Kamis, 01 Juli 2010

BAB I

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KELAS

 

Standar Kompetensi :     Memahami hakikat mengajar dan manajemen kelas, tujuan, fungsi dan aspek manajemen kelas, masalah manajemen kelas, dan usaha preventif masalah manajemen kelas.

 

Kompetensi Dasar     :     Menjelaskan definisi, hakikat, tujuan, fungsi, aspek, masalah manajemen kelas, dan usaha preventif masalah manajemen kelas.

 

Waktu                        :     3 x 100 menit

 

Materi                         :

 

A.    Mengajar dan Manajemen Kelas

Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan manajerial (Depdikbud, 1983:9) oleh M. Entang dan T. Raka Joni (1983). Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan peserta didik mencapai tujuan-tujuan pelajaran. Kegiatan mengajar antara lain seperti menelaah kebutuhan peserta didik, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan, mengajukan pertanyaan, menilai kemajuan siswa. Kegiatan manajerial. kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana kelas agar kegiatan mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Kegiatan manajerial antara lain seperti mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan peserta didik, memberi ganjaran dengan segera, mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok, penghentian tingkah laku peserta didik yang menyimpang atau tidak sesuai dengan tata tertib. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar di sekolah dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah yaitu masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas.

Banyak guru yang kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas, sehingga pemecahannya pun menjadi kurang tepat. Masalah manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan korektif, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan pembelajaran.  Sebaliknya, hubungan antar pribadi (in­terpersonal) yang baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa (suatu petunjuk keberhasilan manajemen kelas) tidak dengan sendirinya menjamin proses belajar mengajar akan menjadi efektif. Berkaitan dengan hal tersebut maka manajemen kelas merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif (M.Entang dan T. Raka Joni, 1983).

Walaupun istilah mengajar (teaching) dan pengajaran (instruction) sering digunakan searti, adalah sangat berguna apabila memandang mengajar sebagai stsuatu yang memiliki dua dimensi yang saling berhubungan: pengajaran dan manajemen. Pengajaran dan manajemen dapat dibedakan, tetapi dalam petaksanaan pembelajaran keduanya sulit dipisahkan. Manajemen bermaksud menegakkan dan memelihara perilaku siswa menuju pembelajaran yang efektif dan efisien — memudahkan pencapaian tujuan manajerial. Pengajaran dan manajemen keduanya bertujuan menyiapkan atau memproses — yaitu memproses atau menyiapkan perilaku-perilaku guru yang diharapkan memberi kemudahan kepada pencapaian tujuan tertentu (Webe, 1993:1).

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar I : Keterkaitan antara manajemen dan keberhasilan siswa

Di bawah ini, adalah gambaran proses pengajaran dan proses manajerial yang masing-masing meliputi empat proses.

a.       Mengidentifikasi tujuan pengajaran

b.      Mendiagnose keberhasilan siswa

c.       Merencanakan dan menerapkan aktivitas pengajaran

d.      Mengevaluasi keberhasilan siswa

e.       Menetapkan tujuan manajerial

f.       Menganalisis kondisi yang ada

g.      Memilih dan menerap kan strategi manajerial

h.      Menilai efektivitas manajerial

 

B.     Pengertian dan Tujuan Manajemen Kelas

Usaha guru dalam menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif apabila: pertama, diketahui secara cepat faktor-­faktor yang dapat menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses pembelajaran, kedua, dikenal masalah-masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim pembelajaran, ketiga, dikuasainya berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas dan diketahui pula kapan dan untuk masalah mana suatu pendekatan digunakan.

Perlu disadari bahwa kerja dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti seorang juru masak dengan buku resep masakannya. Suatu masalah yang timbul mungkin dapat berhasil diatasi dengan cara tertentu pada saat tertentu dan untuk seorang atau sekelompok peserta didik tertentu. Akan tetapi cara tersebut mungkin tak dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah yang sama, pada waktu yang berbeda, terhadap seorang atau sekelompok peserta didik yang lain.

Dengan mengkaji konsep dasar pengelolaan kelas, dan mempelajari berbagai pendekatan pengelolaan dan mencobanya dalam berbagai situasi kemudian dianalisis, akibatnya secara sistematis diharapkan agar setiap guru akan dapat mengelola proses pembelajaran secara lebih baik. Kondisi yang menguntungkan di dalam kelas merupakan prasyarat utama bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif.

Menurut Swardi (2008:107) Istilah pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yakni kata ”"Pengelolaan” dan kata ”kelas”. Kata pengelolaan memiliki makna yang sama dengan management dalam Bahasa Inggris, selanjutnya dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen, menurut Manulang dalam Swardi, manajemen dapat diartikan sebagai seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan dari pada sumber daya, terutama sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengertian Kelas menurut Hamalik, adalah sekelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru. Sementara Suharsimi menyebutkan bahwa kelas berarti sekelompok siswa dalam waktu yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama. Kedua pengertian tersebut, kelas dapat diartikan pada kelompok orang.

Menurut Djamarah & Zaini dalam Swardi (2008:108) Secara sederhana pengelolaan kelas berarti kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Sedangkan menurut Mulyasa (2007:91). Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) tantangan, (3) bervariasi, (4) luwes, (5) penekanan tantangan pada hal-­hal positif, dan (6) penanaman disiplin diri.

Keterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:

1.   Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal.

a.       Menunjukkan sikap tanggap dengan cara memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberikan reaksi terhadap gangguan di kelas.

b.      Membagi perhatian secara visual dan verbal.

c.       Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik dalam pembelajaran.

d.      Memberi petunjuk yang jelas.

e.       Memberi teguran secara bijaksana.

f.       Memberi penguatan ketika diperlukan.

 

2.  Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal.

a.    Modifikasi perilaku.

1)      Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan.

2)      Meningkatkan perilaku yang baik melalui penguatan.

3)      Mengurangi perilaku buruk dengan hukuman.

b.   Pengelolaan kelompok dengan cara :

1)        Peningkatan kerja sama dan keterlibatan.

2)        Menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul.

c. Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah.

1)      Pengabdian yang direncanakan.

2)      Campur tangan dengan isyarat.

3)      Mengawasi secara ketat.

4)      Mengakui perasaan negatif peserta didik.

5)      Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya.

6)      Menjauhkan benda-benda yang dapat menganggu konsentrasi.

7)      Menyusun kembali program belajar.

8)      Menghilangkan ketegangan dengan humor.

9)      Mengekang secara fisik.

 

Dengan demikian, pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau pembelajaran mencakup semua kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran; menyusun rencana pembelajaran, memberi informasi, bertanya, menilai dan lain sebagainya, maka manajemen kelas menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses pembelajaran. (pembinaan “report”, menghentikan perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh penetapan norma kelompok yang produktif, dan sebagainya). Dengan kata lain, di dalam proses pembelajaran di sekolah dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah yaitu masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas.

Masalah pengelolaan kelas harus ditanggulangi dengan tindakan korektif pengelolaan, sedangkan masalah pembelajaran harus ditanggulangi dengan tindakan korektif instruksional. Peserta didik yang enggan ambil bagian di dalam kegiatan kelompok karena merasa ditolak oleh kelompok lain (masalah pengelolaan) tidak dapat ditanggulangi dengan kegiatan menjadi lebih menarik (tidak instruksional), meskipun memang tidak dapat dibantah bahwa penarikan diri peserta didik tersebut akan menghalangi tercapainya tujuan khusus pembelajaran yang hendak dicapai melalui kegiatan kelompok yang dimaksud. Sebaliknya hubungan antar pribadi (interpersonal) yang baik antara guru dengan peserta didik (suatu petunjuk keberhasilan pengelolaan) tidak dengan sendirinya menjamin bahwa proses pembelajaran akan menjadi efektif. Yang jelas, pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif.

Sebagai pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya proses belajar yang efektif, pengelolaan kelas menunjuk kepada pengaturan orang (dalam hal ini terutama peserta didik) maupun pengaturan fasilitas. Fasilitas ini mencakup pengertian yang luas dari ventilasi, penerangan, tempat duduk, sampai dengan perencanaan program pembelajaran yang tepat. Sudah barang tentu yang belakangan ini, terutama yang lebih merupakan pengaturan perangkat lunak (soft ware) telah memasuki kawasan pengajaran.

Sedangkan tujuan manajemen kelas adalah:

a.    Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.

b.    Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran.

c.    Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual siswa dalam kelas.

d.   Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996:2).

 

C.    Aspek Fungsi Manajemen Kelas

Tugas guru seperti mengontrol, mengatur atau mendisiplinkan peserta didik adalah tindakan guru yang sudah tidak tepat lagi. Dewasa ini aktivitas guru yang terpenting adalah memanajemeni, mengorganisir, dan mengkoordinasikan usaha atau aktivitas peserta didik menuju tujuan pembelajaran.

Memanajemeni kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru dalam memutuskan, memahami, mendiagnosis, dan kemampuan bertindak menuju perbaikan suasana kelas terhadap aspek-aspek manajemen kelas. Adapun aspek-­aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas adalah sifat kelas, pendorong kekuatan kelas, situasi kelas, tindakan selektif dan kreatif (Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, 1970).

Kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam manajemen kelas sebagai aspek-aspek manajemen kelas, seperti tertuang dalam Petunjuk Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar adalah berikut ini:

a.       Mengecek kehadiran siswa,

b.      Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan menilai hasil pekerjaan tersebut,

c.       Pendistribusian bahan dan/alat,

d.      Mengumpulkan informasi dari siswa,

e.       Mencatat atat data,

f.       Perneliharaan arsip,

g.      Menyampaikan materi pelajaran,

h.      memberikan tugas/PR.

 

Sementara itu hal-hal yang perlu diperhatikan para guru, khususnya guru baru dalam pertemuan pertama dengan siswa di kelas adalah:

a.    Ketika bertemu dengan siswa, guru harus:

1)      bersikap tenang dan percaya diri, .

2)      tidak menunjukkan rasa cemas, muka masam, atau sikap tidak simpatik.

3)      memberikan salam lalu memperkenalkan diri,

4)      memberikan format isian tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa menulis riwayat hidupnya secara singkat.

b.    Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tertib dan lancar

c.    Mengatur tempat duduk siswa secara tertib dan teratur.

d.      Menentukan tata cara berbicara dan tanya jawab.

e.       Membuat denah kelas (tempat duduk siswa).

f.       Bertindak disiplin baik terhadap siswa maupun terhadap, diri serdiri (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996:13).

 

Konsep dasar yang perlu dicermati dalam manajemen kelas adalah penempatan individu, kelompok, sekolah, dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Di samping sifat kelas peranan dan motif individu dalam kelompok, sifat-sifat kelompok, penyesuaian yang terjadi dalam perilaku kolektif, dan pandangan guru dalam mengajar.

Fungsi manajemen yang dipandang perlu dilaksanakan secara khusus oleh kepala Sekolah seperti tertuang dalam Petunjuk Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar adalah berikut ini.

1)      Memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala macam tugas seperti: membantu kelompok dalam pembagian tugas, membantu pembentukan kelompok, membantu kerjasama dalam menernukan tujuan-tujuan organisasi, membantu individu agar dapat bekerja sama dengan kelompok atau kelas, membantu prosedur kerja, merubah kondisi kelas,

2)      memelihara agar tugas­tugas itu dapat berjalan lancar.

a. Perencanaan

Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentuan dan penyusunan rencana dan program-program kegiatan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang secara terpadu dan sistematis berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data atau informasi yang terkait serta menggunakan sumber-sumber daya lainnya (misal dana, sarana dan prasarana, prosedur, metode dan teknik) dalam rangka rnencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian produk perencanaan adalah rencana atau program yang berorientasi ke masa depan. Program seyogianya disusun secara lebih spesifik dan operasional.

Rencana tersebut hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1)      Rencana harus jelas

Kejelasan ini harus terlihat pada tujuan dan sasaran atau target yang hendak dicapai, jenis dan bentuk tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan, siapa pelaksananya, prosedur, metode dan teknik pelaksanaannya, bahan dan peralatan yang diperlukan, waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan.

2)      Rencana harus realistis

Hal ini mengandung arti bahwa rumusan tujuan, target atau sasaran harus mengandung harapan­-harapan yang memungkinkan dapat dicapai, baik yang menyangkut aspek kuantitatif maupun aspek kualitatifnya. Untuk itu harapan‑harapan tersebut harus disusun berdasarkan kondisi-kondisi dan kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya yang ada.

b)      Jenis dan bentuk kegiatannya harus relevan dengan tujuan dan target atau sasaran yang harus dicapai.

c)       Prosedur, metode, dan teknik pelaksanaannya harus relevan dengan tujuan dan target atau sasaran yang hendak dicapai serta harus memungkinkan kegiatan-kegiatan yang telah dipilih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

d)      Sumber daya manusia yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut harus memiliki kemampuan-kemampuan dan motivasi serta aspek-aspek pribadi lainnya yang menjamin atau memungkinkan terlaksananya tugas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

e)    Rencana penggunaan sarana, prasarana, dan dana harus sesuai dengan tujuan, target atau sasaran yang hendak dicapai serta memungkinkan terlaksananya kegiatan-kegiatan secara efektif dan efisien.

f)       Jadwal kegiatan pelaksanaannya harus memungkinkan kegiatan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan batas waktu yang telah direncanakan.

3) Rencana harus terpadu

a) Rencana harus memperlihatkan unsur-unsurnya, baik yang bersifat insani maupun non-insani sebagai komponen-komponen yang bergantung satu sama lain, berinteraksi dan bergerak bersama secara sinkron kearah tercapainya tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

b) Rencana harus memiliki tata urut yang teratur dan disusun berdasarkan skala prioritas.

      b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan dan rincian pekerjaan dan tugas serta kegiatan yang berdasarkan struktur organisasi formal kepada orang-orang yang memiliki kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya sebagai persyaratan bagi terciptanya kerjasama yang harmonis dan optimal ke arah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.

       c.   Menggerakkan

Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama-sama dalam rangka tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

 Fungsi ini perlu dilakukan oleh seorang kepala sekolah, karena:

1)      Adanya kenyataan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan, tugas atau kegiatan apabila is terdorong untuk memenuhi sesuatu kebutuhan.

2)      Sesudah perencanaan dan pengorganisasian dilakukan harus ditindaklanjutkan dengan pelaksanaan tugas.

3)      Fungsi ini perlu dilakukan sepanjang proses pelaksanaan pekerjaan dengan memperhatikan ragam dan tingkat kebutuhan seseorang. Dalam rangka melaksanakan fungsi ini ada beberapa teknik motivasi yang dapat digunakan oleh kepala sekolah, antara lain:

a.       pemberian pujian dan penghargaan,

b.      pemberian kepercayaan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, tugas atau kegiatan,

c.       pemberian peluang atau kesempatan untuk melakukan tindakan­tindakan yang bersifat kreatif inovatif,

d.      pemberian insentif atau imbalan,

e.       menciptkan iklim kerja yang harmonis dan menyenangkan,

f.       memberikan teladan yang baik,

g.      memberikan petunjuk atau nasihat,

h.      memberikan teguran atau sanksi,

i.        menyediakan peralatan dan bahan yang sesuai esuai dengan tugas dan kegiatan serta sesuai- dengan kondisi sekolah,

j.        memberikan layanan yang layak untuk keperluan kenaikan pangkat atau promosi, dan sebagainya,

k.      memberikan hasil pekerjaan atau kegiatan kepada guru yang bersangkutan sebagai umpan balik,

l.        memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru.

    d. Memberikan arahan

Fungsi ini menyangkut upaya kepada sekolah untuk memberikan informasi, petunjuk, serta bimbingan kepada guru yang dipimpinnya agar terhindar dari penyimpangan, kesulitan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas.

Fungsi ini berlaku sepanjang proses pelaksanaan program kegiatan. Pelaksanaan fungsi ini dapat berupa kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1)      Memberikan penjelasan atau petunjk-petunjuk tentang tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru.

2)      Memberikan penjelasan atau petunjuk secara garis besar tentang cara-­cara melaksanakan tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh setiap guru.

3)      Memberikan gambaran yang jelas tentang cara-cara kerja yang dapat menghindarkan guru dari penyimpangan, kesulitan atau kegagalan.

4)      Membangkitkan dan membina rasa tanggung jawab moral pada diri setiap guru yang dipimpinnya atas keberhasilan pekerjaan, tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakannya.

5)      Memberikan perhatian, peringatan serta bimbingan pada saat-saat tertentu terutama ketika guru yang bersangkutan sedang mengalami kesulitan atau masalah dalam pelaksanaan tugasnya.

      e. Pengkoordinasian

Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak langkah dan memelihara prinsip taat asas (konsistensi) pada setiap dan seluruh guru dalam melaksanakan seluruh tugas dan kegiatannya agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah direncanakan. Hal ini dilakukan kepala sekolah melalui pembinaan kerja sama antar guru dan, antara guru dengan pihak-pihak luar yang terkait. Di samping itu penyelarasan dan ketaatan pada asas diupayakan agar antar fungsi manajemen yang satu dengan yang lain seluruhnya berorientasi pada tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

     f. Pengendalian

Fungsi ini mencakup upaya kepala sekolah untuk:

1)   Mengamati seluruh aspek dan unsur persiapan dan pelaksanaan pro­gram-program kegiatan yang telah direncanakan.

2)   Menilai seberapa jauh kegiatan-kegiatan yang ada dapat mencapai sasaran-sasaran dan tujuan.

3)   Mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan beserta faktor-faktor penyebabnya.

4)   Mencari dan menyarankan/menentukan cara-cara pemecahan masalah­-masalah tersebut.

5)   Mengujicobakan/menerapkan cara pemecahan masalah yang telah dipilih guna menghilangkan atau mengurangi kesenjangan antara harapan dan kenyataan tersebut.

Dengan demikian, dalam melaksanakan fungsi ini seorang kepala sekolah dapat menggunakan sekurang-kurangnya tiga pendekatan, yaitu

1)      Pengendalian yang bersifat pencegahan

2)      Pengendalian langsung

3)      Pengendalian yang bersifat perbaikan

 

g.  Inovasi

Fungsi inovasi menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan tindakan-tindakan atau usaha-usaha yang bersifat kreatif inovatif. Dengan demikian, kepala sekolah dan guru-guru perlu mencari atau menciptakan cara-cara kerja atau hal-hal yang baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Sekurang-kurangnya mereka diharapkan mau dan mampu memodifikasi hal-hal atau cara-cara baru yang lebih baik atau lebih efektif dan efisien. Kondisi demikian perlu diciptakan di sekolah agar pembaharuan pendidikan dapat muncul dari warga sekolah. Sebab, hal ini akan menumbuhkan sikap dan daya kreatif warga sekolah.

Dalam melakukan fungsi ini kepala sekolah perlu memperhatikan hal­hal berikut ini:

1)      Harus disadari bahwa sesuatu yang baru belum tentu lebih baik dari yang lama,

2)   Jika mampu menemukan atau menciptakan sesuatu hal atau cara baru, tidak perlu memandang rendah yang lama,

3)      Jika menyangkut hal-hal yang amat pokok seperti kurikulum nasional, pendekatan belajar-mengajar yang baru, dan sebagainya, maka upaya itu perlu dikonsultasikan kepada pihak-pihak yang berwenang dilingkungan departemen pendidikan dan kebudayaan (Dirjen Puod Dan Dirjen Dikdasmen, 1996:10-18).

Mengacu pada konsep dan fungsi menajemen kelas maka dapat dikemukakan bahwa manajemen kelas tidak lain menunjuk kepada tiga hal yaitu: pengaturan siswa, memelihara lancarnya penugasan, dan pengaturan fasilitas fisik.

              

D.    Masalah dalam Manajemen Kelas

Masalah Pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Meskipun seringkali perbedaan antara kedua kelompok itu hanya merupakan perbedaan tekanan saja. Tindakan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat.

 

E.     Usaha Preventif Masalah Manajemen Kelas

Menurut Piet Sahertian & Ida Aleida. Sahertian (1992: 106) Pengelolaan kelas sangat berhubungan dengan keberhasilan dalam situasi belajar mengajar. Untuk guru diharapkan terampil untuk menciptakan dan memaklumi kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal dengan cara mendisiplinkan dan melakukan kegiatan remedial.

Dengan demikian, tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses pembelajaran berlangsung aktif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar.

Dimensi korektif dapat terbagi dua yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) dan tindakan penyembuhan terhadap tingkah-laku yang menyimpang yang terlanjur terjadi agar peyimpangan tersebut tidak berlarut-larut.

Dimensi pencegahan dapat berupa tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan            lingkungan, mengatur sosio-emosional.

 

1.  Kondisi dan situasi pembelajaran

a)   Kondisi fisik

Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil perbuatan belajar. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya intensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.

             Lingkungan fisik yang dimaksud akan meliputi hal-hal di bawah ini.

1) Ruangan tempat berlangsungnya proses pembelajaran.

Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak terdesak-desak dan saling menganggu antara peserta didik yang situ dengan yang lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar.

  2) Pengaturan tempat duduk

Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, di mana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah-laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Beberapa pengaturan tempat duduk di antaranya:

a.       Berbaris berjajar.

b.      Pengelompokan yang terdiri atas 8 sampai 10 orang.

c.       Setengah lingkaran seperti dalam teater, di mana di samping guru bisa langsung bertatap muka dengan peserta didik juga mudah bergerak untuk segera memberikan bantuan bagi peserta didik.

d.      Berbentuk lingkaran.

e.       Individual yang biasanya terlihat di ruang baca, perpustakaan, atau di ruang praktik laboratorium.

f.       Adanya dan tersedianya ruangan yang sifatnya bebas di kelas di samping bangku tempat duduk yang diatur.

Dengan sendirinya penataan tempat duduk ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

      3)  Ventalasi dan pengaturan cahaya

Ventalasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga, memungkinkan panas cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua peserta didik dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2 (oksigen).

      4)  Pengaturan penyimpanan barang-barang

Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Barang-barang yang karena nilai praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku pelajaran, pedoman kurikulum, kartu pribadi, dan sebagainya, hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kegiatan peserta didik.

 

b)  Kondisi sosial-emosional

Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembelajaran, kegairahan peserta didik merupakan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.

1.   Tipe Kepemimpinan

Peranan guru, tipe kepemimpinan guru atau administrasi akan mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap peserta didik yang submissive atau apatis. Tapi di pihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agressif.

Kedua sikap peserta didik yaitu apatis dan agressif ini dapat merupakan cumber problem pengelolaan, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter peserta didik hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktivitas menjadi menurun. Aktivitas proses pembelajaran sangat tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru.

Tipe kepemimpinan yang cenderung pada laissez-faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin. Kalau guru ada peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe ini malahan biasanya aktifitas peserta didik lebih produktif kalau guru yang inner-directed di mana peserta didik tersebut aktif, penuh kemauan, berinisiatif, dan tidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetapi kelompok peserta didik semacam ini biasanya tidak cukup banyak.

Tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses pembelajaran yang optimal, peserta didik akan belajar secara produktif baik pads saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru, dalam kondisi semacam ini biasanya problems pengelolaan bisa sedikit mungkin.

2.      Sikap guru.

Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersababat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah-laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Kalau guru terpaksa membenci, bencilah tingkah-laku buruk peserta didik dan bukan membenci peserta didik.

Terimalah peserta didik dengan hangat kalau ia insyaf akan kesalahannya. Berlaku adil dalam bertindak dan ciptakan satu yang menyebabkan peserta didik sadar akan kesalahannya dan ada dorongan untuk memperbaiki kesalahannya.

3.      Suara guru.

Suara guru walaupun bukan faktor besar tetapi turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara jelas dan jarak yang agak jauh akan membosankan dan pelajaran tidak akan diperhatikan. Suasana semacam ini mengundang tingkah laku yang tidak diinginkan.

Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan percobaan terarah, dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya bervariasi sehingga tidak membosankan peserta didik yang mendengarnya.

4.  Pembinaan Report

Sekali lagi ingin ditekan bah,va pembinaan hubungan baik dengan peserta didik dalam masalah pengelolaan sangat penting. Dengan hubungan baik guru peserta didik diharapkan peserta didik senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, serta realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukan.

 

      c) Kondisi organizational

Kegiatan rutin yang secara organizational dilakukan baik di tingkat kelas maupun di tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah diatur secara jelas dan telah dikomunikasikan kepada semua peserta didik secara terbuka sehingga jelas pula bagi mereka, akan menyebabkan tertanamnya pada diri setiap peserta didik kebiasaan yang baik dan keteraturan tingkah-laku kegiatan tersebut antara lain sebagai bentuk berikut:

1.   Pergantian pelajaran atau kuliah

Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baikmya peserta didik tetap berada dalam satu ruangan dan guru yang datang. Akan tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu, seperti bekerja di laboratorium, olahraga, keseman, menggambar, dan sebagainya, peserta didik diharuskan pindah ruangan.

2.      Guru yang berhalangan hadir

Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir karena satu atau lain hal, maka peserta didik disuruh tetap berada di dalam kelas dengan tenang untuk menunggu guru yang bersangkutan selama 10 menit. Bila setelah waktu 10 menit guru yang mendapat giliran juga belum datang, ketua diwajibkan lapor kepada guru piket dan guru piket yang akan mengambil inisiatif untuk mengatasi kekosongan guru tersebut.

3.      Masalah antar peserta didik.

Jika terjadi masalah antar peserta didik yang tidak dapat diselesaikan antar mereka, ketua dapat melapor kepada wali kelas untuk bersama-sama memecahkan dan mengatasi masalah tersebut. Jika pemecahannya belum tuntas diselesaikan, ketua bersama wah kelas atau OSIS dapat menghadap pimpinan institusi untuk mendapatkan petunjuk kebijakan dalam mengatasi masalah tersebut.

4.  Upacara Bendera

Dalam upacara bendera harus sudah ditetapkan giliran yang memimpin upacara, baik dari pihak guru maupun dari pihak peserta didik. Sehingga semua sivitas tahu persis jam berapa mereka harus mulai sekolah, siapa yang harus memberikan nasehat, pengarahan, dan sebagainya.

5.  Kegiatan lainnya

Demikian pula kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan rutin seperti prosedur penyampaian informasi dari sekolah kepada guru, dan peserta didik menyampaikan peraturan sekolah yang baru, pesta sekolah, hari libur, kematian anggota sivitas, ikut menanggulangi bencana alam, dan lain-lain dan harus dapat diatur secara jelas, tidak kaku dan harus cukup fleksibel.

2. Disiplin dan tata tertib

Menurut Oteng Sutisna (1989:109) disiplin adalah Esensial bagi semua kegiatan kelompok yang terorganisasi. Para anggota harus mengendalikan keinginan-keinginan pribadi masing-masing dan bekerja sama untuk kebaikan semua. Piet Sahertian & Ida Aleida Sahertian (1992:106) menjelaskan disiplin sebenarnya merupakan akibat dari pengelolaan kelas yang efektif.

a.  Pengertian Disiplin.

Dalam arti luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditunjukkan untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan juga penting tentang cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan peserta didik terhadap lingkungannya.

Disiplin timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang ingin dilakukan oleh individu dan apa yang diinginkan individu dari orang lain sampai batas-batas tertentu dan memenuhi tuntutan orang lain dari dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan dari perkembangan yang lebih luas.

Menurut Wikipedia, (2006) mengemukakan disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menghasilkan suatu karakter atau perilaku khusus yang menghasilkan perkembangan moral, fisik dan mental untuk tujuan tertentu.

Dengan disiplin para peserta didik bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu. Kesediaan semacam ini harus dipelajari dan harus secara sabar diterima dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah.

Satu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah peserta didik belajar hidup dengan pembiasan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.

Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan peserta didik akan tetapi sebaliknya ingin memberikan kemerdekaan yang lebih besar kepada peserta didik dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi juga kalau kebebasan peserta didik terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka peserta didik akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan.

Di sekolah, disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah-laku peserta didik yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal.

b.  Sumber-sumber pelanggaran disiplin

Kita sudah sependapat tentang satu asumsi yang menyatakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya untuk mencapai tujuan yaitu pemenuhan kebutuhan. Pengenalan terhadap kebutuhan peserta didik secara, baik merupakan andil yang besar bagi pengendalian disiplin. Maslow mengemukakan teori ”Hierarki kebutuhan manusia” yang dapat digambarkan dalam bentuk ”piramid kebutuhan manusia” sebagai berikut:

 

PIRAMIDA KEBUTUHAN MANUSIA
Being Needs

Text Box: Self actualization

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Keterangan :

a.       Kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan dasar bagi kelansungan hidupnya seperti makan, minum, perlindungan, fisik, sex, dan sebagainya.

b.      Kebutuhan akan rasa aman baik fisik, dan perasaan keamanan terhadap masa depan yang dihadapinya.

c.       Kebutuhan akan cinta kasih, mencintai orang lain dan dicintai orang lain, penerimaan, pembenaran, dan cinta kasih orang lain pada dirinya.

d.      Kebutuhan akan penghargaan dan untuk dikenal orang lain, merasa berguna bagi orang lain, mempunyai pengaruh terhadap orang lain, dan lain sebagainya.

e.       Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman, terhadap berbagai hal agar individu dapat mengambil; berbagai keputusan yang bijaksana terhadap beberapa hal dalam menghadapi dunianya secara efektif.

f.       Kebutuhan akan keindahan dan aktualisasi diri yangmerupakan kebutuhan untuk berpengalaman mengaktualisasikan dirinya dalam dunia nyata secara langsung agar dari pengalaman ia akan lebih kreatif, toleran, dan spontan.

1)      Bila kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara yang sudah biasa dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri individu, dan yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain yang sering kurang bisa diterima masyarakat.

      c.   Penanggulanan pelanggaran disiplin.              

Ada berbagai cara yang dapat ditempuh guru dalam menanggulangi pelanggaran disiplin.

1)      Pengenalan Peserta Didik

Makin baik guru mengenal peserta didik makin besar kemungkinan guru untuk mencegah terjadinya pelanggaran disiplin. Sebaiknya yang frustasi karma merasa tidak mendapat perhatian guru dengan semestinya, sangat mungkin terjadi peserta didik tidak disiplin sekolah.

Setiap peserta didik pada dasarnya mempunyai daya atau tenaga untuk mengontrol dirinya. Peserta didik yang tidak diperhatikan orang tua dan gurunya dan kurang dapat mengontrol dirinya sendiri biasanya kurang menghargai otoritas dan mereka tidak menyukainya dan membencinya.

2)      Melakukan tindakan korektif.

Dalam kegiatan pengelolaan, tindakan dapat segera sangat diperlukan. Dimensi tindakan merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan guru bila terjadi masalah pengelolaan. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memonitor efektivitas aturan tata tertib. Setelah jangka waktu tertentu guru bersama-sama peserta didik dapat meninjau kembali aturan sekolah. Bagaimana cara melakukan dimensi tindakan ini beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru.

a.   Lakukan tindakan dan bukan ceramah.

Bila ada seorang peserta didik melakukan tindakan yang dapat mengganggu kelas, lakukan tindakan menghentikan kegiatan tersebut secara tepat dan segera. Cara berteriak atau memberikan ceramah tentang kesalahan yang dibuat peserta didik pada saat itu akan membuat peserta didik inalah menjadi terbimbing. Pesan-pesan non verbal atau body language baik berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis, dan sebagainya dapat membantu guru dalam pengelolaan.

b.  Do not bargain/tidak ada kesepakatan

Bila terjadi pelanggaran yang dilakukan peserta didik dan melibatkan atau menyalahkan peserta didik lainnya guru harus segera melakukan tindakan untuk menghentikan gangguan tersebut. Tidak ada untungnya kalau pada saat itu juga membuka forum diskusi untuk membicarakan tentang peraturan dan mencari siapa yang bersalah.

Sekali lagi segera hentikan penyimpangan tingkah laku peserta didik dengan tindakan.

c.                   Gunakan “Kontrol” kerja

Mungkin sekali banyak hal yang belum tercakup dalam tata tertib terjadi dalam kelas. Kewajiban guru adalah mencoba menghindarkan hal-hal tersebut dengan melakukan kontrol sosial.

Misalnya dengan membuat ruangan berbentuk tapal kuda sehingga guru dapat langsung berhadapan muka dengan para peserta didik dan sekaligus dapat mengontrol tingkah laku mereka.

d.                  Nyatakan peraturan dan konsekuensinya

Bila ada peserta didik melanggar peraturan sekolah, komunikasikan kembali apa aturan yang dilanggarnya secara jelas dan kemukakan akibatnya bila peraturan yang telah dibuat dan disepakati bersama dilanggar. Konsekuensi ini dilakukan secara bertahap dimulai dan peringatan, teguran, memberi tanda cek, disuruh menghadap kepala sekolah dan atau dilaporkan kepala orang tuanya tentang pelanggaran yang dilakukannya di sekolah.

Bila ada tindakan peserta didik yang mengganggu suasana proses pembelajaran segera hentikan gangguan tersebut, kemudian usahakan memahami alasan mengapa peserta didik tersebut bertindak demikian. Kemukakan kepadanya harapan kita sebagai guru dan teman-teman lain yang akan terganggu konsentrasinya dan nyatakan tingkah laku bagaimana yang diharapkan dari peserta didik yang bersangkutan.

Tindakan guru hendakiya cukup tegas dan berwibawa dan hendaknya dihindarkan hal-­hal/tindakan yang menyebabkan peserta didik mendapat malu di depan teman-temannya. Pertanyaan peraturan dan konsekuensi dari pelanggaran harus didengarkan oleh teman­-temannya.

     3. Melakukan Tindakan Penyembuhan

Pelanggaran yang sudah terlanjur dilakukan peserta didik atau sejumlah peserta didik perlu ditanggulangi dengan tindakan penyembuhan baik secara individual maupun secara kelompok.

Situasi pelanggaran ini dapat berbentuk :

a.       Peserta didik melanggar sejumlah besar peraturan sekolah yang telah disepakati bersama.

b.      Peserta didik tidak mau menerima atau menolak konsekuensi seperti yang telah tercantum dalam peraturan sekolah sebagai akibat dari perbuatannya.

c.       Seorang peserta didik menolak sama sekali aturan khusus yang telah tercantum dalam tata tertib sekolah.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tindakan penyembuhan ini adalah:

a.       Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan untuk menerima dan mengikuti tata tertib atau menerima konsekuensi dari pelanggaran yang dibuatnya.

b.      Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengadakan kontak dengan peserta didik.

c.     Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik tersebut yang disetujui bersama oleh guru dan peserta didik yang bersangkutan.

d.   Bila saatnya bertemu dengan peserta didik jelaskanlah maksud pertemuan tersebut, dan jelaskan pula manfaat yang mungkin diperoleh oleh peserta didik maupun oleh sekolah.

e.    Tunjukkanlah kepada peserta didik bahwa guru pun bukan orang yang sempurna dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal. Akan tetapi yang penting antara guru dan peserta didik harus ada kesadaran untuk bersama-sama belajar saling memperbaiki diri, saling menginginkan bagi kepentingan.

f.    Guru berusaha untuk membawa peserta didik kepada masalahnya yaitu pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di sekolah.

f)       Bila pertemuan yang diadakan dan ternyata peserta didik responsif maka guru bisa mengajak peserta didik untuk melaksanakan diskusi pada saat lain tentang masalah yang dihadapinya. Tentukan waktu diskusi tersebut bersama antara guru dan peserta didik.

g)      Pertemuan guru dan peserta didik harus sampai kepada pemecahan masalah dan sampai kepada ”Kontak” yang diterima peserta didik dalam rangka memperbaiki tingkah­laku peserta didik tentang pelanggaran yang dibuatnya.

h)      Melakukan kegiatan tindak lanjut.

 

      4. Tertib ke Arah Siasat.

Pembiasan akan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai suatu aturan yang mengekang kebebasan peserta didik. Akan tetapi bila aturan ini dirasakan sebagai suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju ke arah disiplin diri sendiri (self discipline).

Disiplin tidak lagi merupakan suatu yang datang, dari luar yang memberikan keterbatasan tertentu akan tetapi disiplin telah merupakan aturan yang datang dari dalam dirinya sebagai suatu hal yang wajar dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengalaman dasar dalam disiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan hidup selanjutnya. Disiplin diri sendiri hanya akan tumbuh dalam suatu suasana di mana antara guru dan para peserta didik terjalin sikap persahabatan yang berakar pada dasar saling menghormati dan saling mempercayai.

1.      Pada saat-saat tertentu disediakan penghargaan dan hadiah bagi peserta didik yang bertingkah-laku sesuai dengan tuntutan disiplin yang berlaku sebagai tauladan yang baik.

Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya tertib ke arah siasat. Sikap ini akan memberi kesempatan peserta didik untuk ikut terlibat menegakkan disiplin sekolah, ikut dipikirkan dan ditetapkan bersama.

 

Latihan :

1.      Apa sebab pengelolaan kelas yang besar dan lebih sulit daripada pengelolaan kelas kecil?

2.      Kemukakan alasan-alasan mengapa manajemen kelas memiliki arti penting bagi pencapaian proses pembelajaran?

3.      Apakah perbedaan antara mengajar dan manajemen kelas serta hubungannya dalam suatu proses pembelajaran?

4.      Setujukah saudara dengan ungkapan: sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya tertib ke arah siasat. Berikan ulasannya!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR

 

 

Standar Kompetensi :     Memahami penciptaan lingkungan belajar dan kelas yang nyaman, menyenangkan.

Kompetensi Dasar     :     Membedakan pengertian pengelolaan siswa, pengelolaan kelas dan penciptaan suasana belajar atau lingkungan belajar. Menjelaskan peranan guru dalam menciptakan lingkungan belajar serta kelas yang nyaman dan menyenangkan. Memberikan contoh model pentahapan menciptakan lingkungan belajar.

Waktu                        :     2 x 100 menit

 

Materi                         :

 

A.    Menciptakan Lingkungan Belajar

Pengelolaan siswa adalah: pengaturan siswa di kelas oleh guru yang sedang mengajar sehingga setiap siswa mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhannya. Di dalam penciptaan suasana/lingkunngan belajar, guru juga harus mengusahakan agar setiap siswa mendapatkan pelayanan secara maksimal menurut kebutuhan. Dengan demikian, maka pengertian pengelolaan kelas, dapat dikatakan sama dengan penciptaan lingkungan belajar.

Jika dihubungkan lagi dengan pengelolaan siswa, maka dapat dibedakan sebagai berikut:

Kalau pengelolaan siswa mencakup ruang lingkup sekolah, maka pengelolaan kelas khusus membicarakan pengaturan siswa di dalam sebuah kelas dalam hubungan belajar-mengajar.

Di dalam sebuah kelas, guru adalah menentukan suasana. Wynne Harlen (1978; hlm. 10) berpendapat bahwa peranan guru dalam menentukan suasana dapat dilihat pada diagram di halaman 25.

Diagram tersebut menunjukkan bahwa guru, berdasarkan atas tujuan yang ditentukan, berkuasa menentukan lingkungan belajar. Namun demikian, di dalam menciptakan lingkungan belajar, guru mendapat hambatan dan pengaruh-pengaruh, misalnya: keadaan siswa, banyaknya siswa, fasilitas yang minim, letak sekolah, jadwal pelajaran, kesibukan guru dan sebagainya.

 

DIAGRAM INTERAKSI BELAJAR-MENGAJAR

Text Box: Lingkungan belajar
 

 

 

 


Siswa

 

Guru

 
                                                          Interaksi

 

 

 

 

 

 

 

 


Sumber: Dikutip dari buku Wynne Harlen dengan sedikit modifikasi

 

Di dalam lingkungan belajar, guru dan siswa ikut terlibat, termasuk sebagai lingkungan.

Sebagai contoh, walaupun seperti apa usaha guru, kalau siswa tidak memberikan respon positif, suasana kelasnya tetap tidak hidup. Seandainya guru bermaksud menciptakan suasana diskusi yang hidup, tetapi siswanya tidak aktif, ogah-ogahan, tidak akan tercipta diskusi yang hidup. Demikian juga dari pihak guru. Walaupun dia sudah merencanakan langkah-langkah diskusi dengan baik, namun masih dituntut ketertiban dan kreativitas terus-menerus selama proses terjadinya lingkungan belajar berlangsung.

Sehubungan dengan ini maka hal-hal yang perlu dilihat atau diperhatikan secara teliti adalah:

1.      Tingkat keikutsertaan (partisipasi) para siswa.

2.      Nilai-nilai intrinsik (intrinsic value)

3.      Efisien tidaknya proses belajar (efficiency of learning process)

4.      Sejauh mana proses belajar atau lingkungan belajar dapat membantu guru dan siswa mencapai tujuan

Bagian ini akan ditemui perinciannya dalam penilaian kualitatif terhadap proses belajar-mengajar.

Untuk ini perlu dirumuskan terlebih dulu adanya 2 hal, yaitu:

1.      Batasan mengenai proses belajar

2.      Bagaimana kriteria proses belajar yang baik

Khusus mengenai butir ke dua, yaitu bagaimana kriteria proses belajar yang baik, masih banyak dipertentangkan orang.

Seperti telah diuraikan dalam contoh-contoh pada BAB I bahwa masih ada guru yang menghendaki siswanya duduk tenang, menyilangkan tangannya di meja sambil terus memperhatikan apa yang diucapkan dan ditunjukkan oleh gurunya di depan kelas. Dalam hal ini guru juga tahu berjalan ke tengah kelas. Guru hanya boleh berdiri di depan kelas saja. Di lain pihak, ada juga guru yang berpendirian lain. Siswa diperbolehkan berjalan di kelas, berbicara dengan kawan-kawannya dan sebagainya, asal tetap dalam konteks pelajarannya.

Untuk variasi sikap guru ini, perlu dipertanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan guru dan siswa antara lain sebagai berikut:

1.      Bagaimana guru bersikap terhadap siswa yang menjawab salah.

2.      Bagaimana guru melihat siswa berjalan di dalam kelas pada waktu mereka bekerja secara individual.

3.      Bagaimana guru menyuruh kelas untuk memperhatikan siswa yang sedang berbicara.

4.      Bagaimana menciptakan sikap kooperasi antarsiswa.

5.      Bagaimana guru menanggapi siswa yang menjawab salah.

6.      Bagaimana guru mengadakan pengecekan terhadap tugas rumah (padahal waktunya sempit).

7.      Bagaimana guru memberikan kesibukan kepada siswa yang sudah lebih dahulu menyelesaikan tugas.

8.      Bagaimana guru memberikan bimbingan kepada siswa yang belum menguasai bahan.

9.      Bagaimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.

10.  Bagaimana guru mencapai perubahan afektif dan psikomotor siswa di samping kognitif?

 

Dan masih banyak lagi pertanyaan yang perlu diajukan dan dicari jawabnya pada waktu seorang mencoba mengupas masalah pengelolaan kelas.

Sayang sekali bacaan yang menyangkut masalah pengelolaan kelas ini masih sukar saya temukan. Namun walaupun sumber tertulisnya belum berhasil penulis kemukakan, sebuah hand-out dari James Block yang diberikan pada waktu  ceramah tentang Mastery Learning (Belajar Tuntas) dengan slogan: All Can and Will Learn, menerangkan tentang cara dan prosedur menciptakan suasana kelas.

 

Menurut James Block memisahkan antara dua kegiatan yakni sebelum guru masuk ke kelas (persiapan) dan pada waktu guru masuk kelas (pelaksanaan).

1.      Sebelum guru masuk kelas (pre-conditions)

Tahap ini juga disebut tahap persiapan, dan disebut dengan kegiatan menciptakan pra-kondisi. Pekerjaan ini dilakukan di luar kelas, sebelum guru mengajar.

Caranya :

a.       Merumuskan apa yang penting yang harus dimiliki oleh siswa. Itulah sebabnya guru dapat merumuskan Tujuan Instruksional Khusus sebagai criteria. Tentang pekerjaan ini sudah tidak asing lagi bagi guru-guru sekarang karena masalah aspek kognitif, afektif dan psikomotor sudah menjadi garapannya setiap kali membuat satuan pelajaran.

b.      Merancang bantuan-bantuan yang cocok yang dapat diberikan kepada siswa. Dalam hal ini guru dituntut dapat mengadakan pertimbangan (judgement) berdasarkan atas materi yang akan diajarkan dan keadaan siswa yang dihadapi.

1)      Apakah pelajaran yang akan diberikan memerlukan alat khusus?

2)      Apakah ada siswa yang kira-kira akan mengalami kesulitan? Jika ada, bagian mana dari materi yang menimbulkan kesulitan, termasuk mana jenis kesulitan itu? Bagaimana alternatif cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan itu?

3)      Apakah sumber bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya konsep?

 

c.       Merancang waktu yang sesuai dengan topik.

Apabila perkiraan guru terhadap penyediaan waktu ini kurang tepat, maka akan terjadi kekacauan di kelas yaitu bila guru mempunyai sisa waktu sehingga waktu tersebut dihabiskan dengan hal-hal yang kurang tepat.

 

2.      Pada waktu guru di kelas (operating procedures)

Caranya :

a.       Memperhatikan keragaman siswa sehingga guru memperlakukan mereka dengan cara dan waktu yang berbeda. Untuk keperluan ini ppertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab antara lain:

1)      Siapakah di antara anak-anak kelas yang sering ketinggalan pelajaran, berapa menit ketinggalannya, dengan cara apa mereka lebih mudah menangkap pelajaran?

2)      Siapakah di antara anak-anak satu kelas yang kira-kira akan lebih cepat menguasai bahan pelajaran dibandingkan dengan yang lain?

Ada berapa orangkah itu? Apakah mereka ini dapat ditunjuk sebagai tutor dan dapat memberi bantuan kawannya?

Pertanyaan ini akan dicari jawabnya untuk membantu guru mempersiapkan penyediaan program pengayaan dan penunjukkan tutor sebaya.

 

b.      Mengadakan pengukuran terhadap berbagai pencapaian siswa sebagai hasil belajarnya. Dalam hal ini guru harus menentukan standar apa yang akan digunakan, standar mutlak (Criterian Referenced) ataukah standar relative (Norm Referenced).

Perlu diingat sekali lagi bahwa apabila guru menggunakan standar mutlak dalam penilaian, sebagai criteria keberhasilan adalah tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap pre-conditions.

 

B.     Kelas yang Nyaman dan Menyenangkan

Kelas merupakan taman belajar bagi siswa. Kelas adalah tempat bagi para siswa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional. Mengingat itu semuanya, kelas hendaknya dimanajemeni sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan taman belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sedangkan syarat-syarat kelas yang baik adalah : (1) rapi, bersih, sehat, tidak lembab; (2) cukup cahaya yang meneranginya; (3) sirkulasi udara cukup; (4) perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi; dan (5) jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996: 17).

Terdapat beberapa syarat yang perlu diupayakan agar kelas nyaman dan menyenangkan berikut ini.

a.       Tata ruang kelas

Pada dasarnya system pembelajaran yang dianut di sekolah dasar sangat tergantung pada pendekatan atau metode yang digunakan. Metode ceramah, system yang digunakan adalah system klasikal; metode eksperimen, diskusi kelompok, maka system yang digunakan adalah non-klasikal. Dalam penataan ruang kelas, lemari kelas dapat ditempat di samping papan tulis atau di samping meja guru. Lemari kelas tambahan dapat diletakkan di belakang kelas. Lemari tambahan tersebut akan lebih baik bila terbuat dari kaca, dan hal ini akan dipergunakan untuk menyimpan piagam, vandel, dan kepustakaan sekolah.

b.      Menata perabot kelas

Perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang harus ada dan diperlukan di kelas. Perabot kelas meliputi atau dapat berupa:

1)      papan tulis dan penghapusnya

2)      meja, kursi guru

3)      meja, kursi siswa

4)      almari kelas

5)      jadwal pelajaran

6)      papan absensi

7)      daftar piket kelas

8)      kalender pendidikan

9)      gambar Presiden dan Wakli Presiden serta lambang Garuda Pancasila

10)  tempat cuci tangan dan lap tangan

11)  tempat sampah

12)  sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam

13)  gambar-gambar lain/alat peraga

14)  kapur/spidol

 

Papan tulis

Papan tulis harus cukup besarnya dan permukaan dasarnya harus rata. Warna papan tulis yang mulai menipis atau belang harus segera dicat ulang. Warna dasar yang lazim digunakan adalah warna hitam. Namun akhir-akhir ini warna hijau juga banyak dipakai. Jika memungkinkandi sekolah dasar dapat juga digunakan papan tulis putih (white board). Papan tulis harus ditempatkan di depan kelas dan cukup cahayanya. Penempatan papan tulis hendaknya diatur, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga siswa yang duduk dibagian belakang kelas dapat melihat/membaca tulisan paling bawah dengan jelas. Papan tulis dapat juga ditempatkan agak tinggi, namun perlu ada tangga di bawahnya. Penempatan seperti itu terutama di kelas rendah.

 

Meja, kursi guru

Ukuran meja, kursi guru disesuaikan dengan standar yang lazim. Meja guru hendaknya berlaci dan ada kuncinya. Meja, kursi guru ditempatkan di depan sebelah kanan atau kiri meja para siswa. Penempatan ini dimaksudkan agar pandangan siswa ke papan tulis tidak terganggu. Meja, kursi guru dapat juga ditempatkan di pinggir kanan atau kiri tempat duduk para siswa, asal tetap tidak mengganggu pandangan siswa ke papan tulis.

 

Meja, kursi siswa

Meja, kursi siswa ditata berbaris ke belakang, tiap meja kursi diisi/ditempati dua orang siswa. Kursi siswa harus cukup sesuai dengan jumlah siswa. Meja, kursi siswa harus cukup besarnya untuk dua orang. Meja, kursi siswa tingginya sesuai dengan ukuran badan siswa. Meja, kursi siswa-siswa tersebut dilengkapi dengan tempat tas/buku. Penempatan meja, kursi siswa diatur sehingga siswa mudah untuk keluar masuk/bergerak di kelas itu.

 

Almari kelas

Almari kelas dapat ditempatkan di samping papan tulis atau sebelah kiri/kanan dinding, samping depan sebelah meja/kursi guru. Penempatan almari diatur agar guru mudah membuka dan menutup almari.

 

Jadwal pelajaran

Jadwal pelajaran ditempatkan/ditempel pada tempat yang mudah dilihat. Daftar jadwal tersebut dapat dibuat dari kayu atau dari kertas manila.

 

Papan absensi

Papan absensi ditempatkan di depan sebelah papan tulis, atau dinding samping kanan/kiri kelas. Selain itu guru harus memiliki catatan daftar hadir siswa pada buku khusus, karena daftar absensi di papan absensi diganti setiap hari sesuai dengan keadaan.

 

Daftar piket kelas

Daftar piket siswa ditempatkan di samping papan absensi. Daftar ini memuat nama-nama para siswa yang bertugas menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan setiap harinya, seperti kapur tulis, membersihkan papan tulis.

 

Kalender pendidikan

Kalender pendidikan ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. Kalender ini memuat kegiatan pendidikan untuk satu tahun lamanya atau tergantung pada kebutuhan.

Gambar Presiden, Wakil Presiden, dan lambang Garuda Pancasila

Semua gambar ini ditempatkan di depan kelas di atas papan tulis. Lambang Garuda Pancasila ditempatkan lebih tinggi dari gambar Presiden dan Wakil Presiden. Gambar Presiden ditempatkan sebelah kanan lambang Garuda Pancasila dan Wakil Presiden sebelah kiri lambang Garuda Pancasila.

 

Tempat cuci tangan dan lap tangan

Tempat cuci tangan dan lap tangan ditempatkan di depan kelas dekat pintu masuk. Tempat cuci tangan dapat dibuat secara permanen dapat juga secara tidak permanen.

 

Tempat sampah

Tempat sampah ditempatkan di sudut kelas. Besar kecilnya tempat sampah disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat sampah dapat terbuat dari seng atau plastik.

 

Sapu dan alat pembersih yang lain

Sapu dan alat pembersih yang lain harus tersedia di kelas. Sapu dan alat pembersih itu diletakkan ditempat yang agak tersembunyi.

 

Gambar-gambar alat peraga

Penempatan dan pemasangannya disesuaikan denan kebutuhan pelajaran yang sedang diajarkan. Gambar dan alat peraga tersebut dapat ditempelkan di dinding kelas atau disimpan di almari tempat alat peraga. Gambar/alat peraga itu diantaranya gambar pahlawan, peta, gambar-gambar untuk pelajaran matematika, IPA, IPS dan sebagainya.

 

Perabot dan alat perlengkapan kelas ini harus selalu dijaga keutuhan dan kelengkapannya. Keutuhan tersebut merupakan tanggung jawab guru dan seluruh siswa.

 

Kebersihan kelas harus tetap dipelihara. Pemeliharaan ini dilakukan oleh kelompok petugas piket. Maupun oleh semua siswa pada kegiatan kerja bakti bersama yang dilakukan pada setiap hari Sabtu, atau setiap bulan, atau pada hari pertama masuk sekolah setelah libur sekolah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Latihan :

1.      Dikatakan bahwa penglolaan siswa sama dengan penciptaan lingkungan belajar. Apakah menurut saudara kedua pengertian ini memang sama?

2.      Dalam tahap persiapan, guru diminta memperkirakan waktu yang akan digunakan untuk menguasai bahan. Jika guru salah menerka dan berakibat pelajarannya hampir tidak selesai, bagaimanakah saran saudara kepada guru untuk mengambil tindakan?

3.      Bandingkan antara guru yang kreatif dan tidak kreatif dalam menciptakan lingkungan belajar!

4.      Kelas adalah tempat bagi para siswa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional. Menurut saudara bagaimana syarat-syarat kelas yang baik?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN KELAS

 

 

Standar kompetensi  :     Memahami pendekatan dalam manajemen kelas

Kompetensi dasar     :     Menjelaskan pendekatan dalam manajemen kelas, tujuan, hambatan dan memberikan contoh dan menyimpulkan masing-masing pendekatan

Waktu                        :     2 x 100 menit

 

Materi                         :

 

A.                Guru adalah pekerja sosial

Walau begitu akan tetapi guru tidak dapat disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Guru perlu menyadari bahwa peranannya adalah sebagai manajerial aktivitas yang harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.

Memanajemeni kelas dalam proses pemecahan masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi terletak pada keterampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda untuk setiap peserta didik. Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian yang beragam, ini tergantung pada sumber permasalahan.

Guru harus memiliki, memahami, dan terampil dalam menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya digunakan bersamaan atau sekaligus.  Guru dituntut untuk terampil memilih atau bahkan memadukan pendekatan yang dianggapnya meyakinkan untuk menangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapinya.

Kemungkinan dari hasil diagnosis memutuskan menggunakan pendekatan A, tetapi setelah diterapkan ternyata gagal. Kemudian situasi tersebut dianalisis kembali, akhirnya sampai pada kesimpulan guru harus menerapkan alternatif kedua, ketiga, atau kombinasi.

Berikut ini adalah uraian tentang macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas yang disarikan dari Wilford A. Weber (1986; 1996); M. Entang dan T. Raka Joni (1983), dan Depdikbud (1983). Boleh jadi dari macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas itu ada pendekatan yang sudah tidak tepat lagi. Oleh karena itu, uraian macam-macam pendekatan ini dimaksudkan untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap pendekatan, sehingga guru tidak terjerumus ke dalam penerapan pendekatan yang sudah tidak tepat itu.

1.      Pendekatan Otoriter

Pendekatan otoriter memandang bahwa manajerial kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta didik oleh guru. Pendekatan ini menempatkan guru dalam peranan menciptakan dan memelihara ketertiban di kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuan guru yang utama ialah mengendalikan perilaku peserta didik. Guru bertanggung jawab mengendalikan perilaku peserta didik karena gurulah yang paling mengetahui dan berurusan dengan peserta didik. Tugas ini sering dilakukan guru dengan menciptakan dan menjalankan peraturan dan hukuman.

Pendekatan otoriter janganlah dipandang sebagai strategi yang bersifat mengintimidasi. Guru yang mempraktekkan pendekatan otoriter tidak memaksakan kepatuhan, merendahkan peserta didik, dan tidak bertindak kasar. Guru otoriter bertindak untuk kepentingan peserta didik dengan menerapkan disiplin yang tegas.

Pendekatan otoriter menawarkan lima strategi yang dapat diterapkan dalam memanajemeni kelas yaitu (1) menetapkan dan menegakkan peraturan, (2) memberikan perintah, pengarahan, dan pesan, (3) menggunakan teguran, (4) menggunakan pengendalian dengan mendektai, dan (5) menggunakan pemisahan dan pengucilan.

2.      Pendekatan Intimidasi

Pendekatan intimidasi adalah pendekatan yang memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang manusiawi, pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku guru yang mengintimidasi. Bentuk-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan, paksaan, ancaman, menyalahkan. Peranan guru adalah memaksa peserta didik berperilaku sesuai dengan perintah guru.

Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang keras yang diberikan pada situasi tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku siswa yang penyimpangannya berat. Misal, guru memergoki dua peserta didik berkelahi.kemudian guru bertindak “berhenti” dengan harapan setelah mendengar suara guru kedua peserta didik itu akan berhenti berkelahi. Kehadiran guru membuat mereka takut, takut karena mereka membayangkan akan memperoleh hukuman yang sangat berat. Dengan demikian, pendekatan intimidasi hanya baik untuk menghentikan perbuatan yang salah berat dengan segera. Apabila perbuatan salah itu selesai atau berhenti maka tindakan intimidasi tidak akan seproduktif strategi lain.

Kendatipun pendekatan intimidasi telah dipakai secara luas dan ada manfaatnya, terdapat kecaman terhadap pendekatan ini. Penggunaan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara sementara dan hanya menangani gejala-gejala masalahnya, bukan masalahnya itu sendiri. Kelemahan lain yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.

3.      Pendekatan Permisif

Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini adalah: apa, kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas sesuai dengan yang diinginkannya. Peranan guru adalah meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab dengan itu akan membantu pertumbuhannya secara wajar. Campur tangan guru hendaknya seminimal mungkin, dan berperan sebagai pendorong mengembangkan potensi peserta didik secara penuh.

Pendekatan permisif sedikit penganjurannya. Pendekatan ini kurang menyadari bahwa sekolah dan kelas adalah sistem sosial yang memiliki pranata-pranata sosial. Dalam sistem sosial para anggotanya, dalam hal ini guru dan peserta didik menyandang hak dan kewajiban. Mereka diharapkan bertindak sesuai dengan hak dan kewajibannya dan diterima oleh semua pihak. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memerkosa dan mengancam hak-hak orang lain.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan permisif dalam bentuknya yang murni tidak produktif diterapkan dalam situasi atau lingkungan sekolah dan kelas. Namun disarankan agar guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik melakukan urusan sendiri apabila hal itu berguna. Urusan itu seperti para peserta didik memperoleh kesempatan secara psikologis, memilkul risiko yang aman, mengatur kegiatan sekolah sesuai cakupannya, mengembangkan kemampuan memimpin diri sendiri, disiplin sendiri, dan tanggung jawab sendiri. Dengan demikian, guru harus dapat menemukan cara untuk memberikan kebebasan sebesar mungkin kepada peserta didik di satu sisi, di sisi lain tetap dapat mengendalikan kebebasan itu dengan penuh tanggung jawab.

4.      Pendekatan Buku Masak

Pendekatan buku masak adalah pendekatan berbentuk rekomendasi berisi daftar hal-hal yang harus dilakukan atau yang tidak harus dilakukan oleh seorang guru apabila menghadapi berbagai tipe masalah manajemen kelas. Daftar tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan ini biasanya dapat ditemukan dalam artikel: Tiga puluh cara untuk memperbaiki perilaku peserta didik, misalnya karena daftar ini sering merupakan resep yang cepat dan mudah, pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan “buku masak”. Berikut ini adalah cotoh khas jenis pernyataan yang dapat dijumpai dalam daftar “buku masak”

Selalulah menegur siswa secara empat mata

Jangan sekali-kali meninggikan suara pada saat waktu memperingatkan siswa

Tegas dan bertindak adil sewaktu berurusan dengan siswa

Jangan pandang bulu dalam memberikan penghargaan

Senantiasalah meyakinkan diri lebih dahulu akan kesalahan siswa sebelum menjatuhkan hukuman

Selalulah meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui semua peraturan yang ada

Tetaplah konsekuen dalam menegakkan peraturan

Pendekatan buku masak tidak dijabarkan atas dasar konsep yang jelas, sehingga tidak ditemukan prinsip-prinsip yang memungkinkan guru menerapkan secara umum pada masalah-masalah lain. Pendekatan ini cenderung menumbuhkan sikap reaktif pada diri guru dalam memanajemeni kelas. Dengan kata lain, guru biasanya memberikan reaksi terhadap masalah tertentu dan sering mempergunakan dalam jangka pendek. Kelemahan lain pendekatan buku masak adalah apabila resep tertentu gagal mencapai tujuan, guru tidak dapat memilih alternatif lain, karena pendekatan ini bersifat mutlak. Guru yang bekerja dengan kerangka acuan buku masak akan merugikan diri sendiri dan tidak mungkin menjadi manajer kelas yang efektif.

5.      Pendekatan Instruksional

Pendekatan instruksional adalah pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebagian besar masalah manajerial kelas. Pendekatan ini berpendapat bahwa manajerial yang efektif adalah hasil perencanaan pengajaran yang bermutu. Dengan demikian peranan guru adalah merencanakan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik.

Para penganjur pendekatan instruksional dalam manajemen kelas cenderung memandang perilaku instruksional guru mempunyai potensi mencapai dua tujuan utama manajemen kelas. Tujuan itu adalah: 1) mencegah timbulnya masalah manajerial, dan 2) memecahkan masalah manajerial kelas. Cukup banyak contoh yang membuktikan bahwa kegiatan belajar-mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik adalah merupakan faktor utama dalam pencegahan timbulnya masalah manajemen kelas. Oleh karena itu, para pengembang pendekatan instruksional menyarankan guru dalam mengembangkan strategi manajemen kelas memperhatikan hal-hal berikut ini: 1) menyampaikan kurikulum dan pelajaran yang menarik, relevan, dan sesuai, 2) menerapkan kegiatan yang efektif, 3) menyediakan daftar kegiatan rutin kelas, 4) memberikan pengarahan yang jelas, 5) menggunakan dorongan yang bermakna, 6) memberikan bantuan mengatasi rintangan, 7) merencanakan perubahan lingkungan, 8) mengatur kembali struktur situasi.

Menyampaikan kurikulum pelajaran yang menarik, relevan, dan sesuai dengan secara empiris dianggap sebagai penangkal perilaku menyimpang para peserta didik di dalam kelas. Di samping itu penelitian-penelitian menemukan bukti-bukti bahwa kunci keberhasilan manajemen kelas ialah kemampuan guru mempersiapkan dan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar. Hal itu akan mencegah perhatian yang kurang, kebosanan, dan perilaku menyimpang. Guru yang berhasil ialah guru yang menyajikan pelajaran yang disiapkan dengan baik, yang berlangsung dengan lancar, dan dengan tempo yang baik, tepat dan jelas arahnya, memberikan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan dan minat peserta didik.

Menerapkan kegiatan yang efektif adalah kemampuan guru mengatur arus dan tempo kegiatan kelas oleh banyak orang sehingga mencegah peserta didik melalaikan tugasnya. Kegiatan guru yang meloncat-loncat (mendesak, tergantung, terputus, berubah arah), bertele-tele, dan terpisah-pisah adalah kegiatan-kegiatan yang tidak efektif, dan akan mengundang perilaku peserta didik untuk menyimpang.

Menetapkan kegiatan rutin kelas adalah kegiatan sehari-hari yang perlu dipahami dan dilakukan peserta didik. Informasi kegiatan ini disampaikan guru pada awal pertemuan dengan para peserta didik di kelas. Penjelasan secukupnya mengenai harapan guru yang berkaitan dengan kegiatan rutin kelas merupakan langkah yang menentukan efektivitas manajemen kelas dan pengembangkan kelas yang produktif. Proses ini membatasi kemungkinan timbulnya masalah manajemen kelas seminimal mungkin.

Memberikan pengarahan yang jelas adalah kegiatan mengkomunikasikan harapan-harapan yang diinginkan guru. Instruksi yang jelas, sederhana, ringkas, tepat pada sasaran, sistematis akan membantu efektivitas manajemen kelas, sehingga masalah-masalah menyimpang yang disebabkan oleh pengarahan yang buruk dapat dihindari.

Memberikan dorongan yang bermakna adalah suatu proses dimana guru berusaha menunjukkan minat yang sungguh-sungguh terhadap perilaku peserta didik yang menunjukkan tanda-tanda kebosanan dan keresahan. Kegiatannya, misalnya, guru dapat mendekati peserta didik, memeriksa pekerjaannya, memberikan penghargaan pada usahanya, dan memberikan saran-saran perbaikan lebih lanjut. Dengan cara ini guru membantu peserta didik meneruskan aktivitasnya dan mencegah timbulnya perilaku menyimpang.

Memberikan bantuan mengatasi rintangan adalah bentuk pertolongan yang diberikan oleh guru untuk membantu peserta didik menghadapi persoalan yang mematahkan semangat, pada saat mereka benar-benar memerlukannya. Proses bantuannya dilaksanakan sebelum situasi berkembang hingga tidak dapat dikuasai. Bantuan mengatasi rintangan ini adalah cara yang sangat bermanfaat untuk mecegah perilaku mengganggu.

Merencanakan perubahan lingkungan adalah proses mempersiapkan kelas atau lingkungan menghadapi perubahan-perubahan situasi. Misalnya, peserta didik harus disipakan atas kemungkinan guru tidak dapat hadir selama beberapa hari dan akan diagntikan oleh guru lain. Perencanaan yang disiapkan sebelumnya akan membantu peserta didik memahami hal itu dan akan berperilaku sesuai dengan yang direncanakan guru. Dengan demikian, timbulnya masalah manajemen kelas dapat dicegah secara dini.

Merencanakan dan mengubah lingkungan kelas adalah proses penciptaan lingkungan yang menyenangkan dan tertib. Kegiatan ini dimaksudkan memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan perilaku menyimpang, dan dirancang dengan baik. Merencanakan dan mengubah lingkungan kelas diperlukan untuk mencegah atau mengurangi jenis-jenis perilaku tertentu yang tidak diinginkan.

Mengatur kembali struktur situasi adalah strategi manajerial kelas dalam memulai suatu kegiatan atau mengerjakan tugas dengan cara yang lain atau cara yang berbeda. Mengubah sifat kegiatan, mengubah pusat perhatian, atau menggunakan cara baru untuk mengerjakan hal-hal lama akan efektif mencegah timbulnya masalah manajemen kelas, khususnys yang bersumber pada perasaan bosan.

6.      Pendekatan Pengubahan Perilaku

Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi behaviorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekatan ini adalah perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku yang sesuai maupun perilaku yang menyimpang. Penganjur pendekatan ini berpendapat bahwa seorang peserta didik berperilaku menyimpang adalah disebabkan oleh salah satu dari dua alasan berikut: 1) peserta didik telah belajar berperilaku yang tidak sesuai, atau 2) peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.

Pendekatan pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi utama yaitu: 1) empat proses dasar belajar, 2) pengaruh kejadian-kejadian dalam lingkungan. Tugas guru adalah menguasai dan menerapkan empat prinsip dasar belajar. Prinsip tersebut adalah penguatan positif, hukuman, penghentian, dan penguatan negatif.

Penguatan positif yakni pemberian penghargaan setelah terjadi suatu perbuatan. Penghargaan menyebabkan perbuatan yang dikuatkan itu semakin meningkat. Perbuatan yang dihargai tersebut diperkuat dan diulangi di kemudian hari.

Mendasarkan pada uraian di atas, guru dapat mendorong perilaku peserta didik yang sesuai dengan mempergunakan penguatan positif (memberikan penghargaan) dan penguatan negatif (menarik hukuman). Guru dapat mengurangi perilaku peserta didik yang menyimpang dengan mempergunakan hukuman (memberi rangsangan yang tidak menyenangkan), penghentian (menaham penghargaan yang diharapkan), dan penarikan (menarik penghargaan dari peserta didik). Hal yang perlu diingat bahwa konsekuensi-konsekuensi itu memberikan pengaruh kepada perilaku peserta didik sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku yang telah terbentuk. Jika guru menghargai perilaku yang menyimpang, perilaku tersebut cenderung diteruskan. Jika guru menghukum perilaku yang sesuai, perilaku tersebut cenderung tidak diteruskan.

Penentuan waktu, frekuensi penguatan, dan hukuman adalah prinsip lain yang penting dalam pengubahan perilaku. Perbuatan peserta didik yang hendak diperkuat oleh guru harus dengan segera dikuatkan setelah perbuatan itu terjadi. Perbuatan peserta didik yang hendak dihentikan harus segera dikenakan hukuman setelah perbuatan itu terjadi. Perilaku yang tidak dikuatkan dengan segera cenderung akan melemah. Perilaku yang tidak dikenakan hukuman dengan segera cenderung akan menguat. Jadi penentuan waktu yang tepat untuk menghargai dan menghukum adalah penting.

Penentuan waktu sama pentingnya dengan frekuensi terjadinya perilaku yang dikuatkan. Penguatan yang terus menerus, yaitu penguatan yang menyusul setiap terjadi perilaku menyebabkan makin cepatnya seseorang mempelajari perilaku tersebut. Jika seorang guru menginginkan penguatan perilaku siswa tertentu, guru harus menghargai setiap kali perilaku itu terjadi. Penguatan terus menerus akan sangat efektif pada tahan awal mempelajari suatu perilaku. Sekali perilaku telah terbentuk akan efektif menguatkannya tanpa tenggang waktu yang lama.

Ada dua macam pendekatan untuk penguatan yang berselang waktu pendek yaitu: penjadwalan selang waktu, dan penjadwalan rasio. Penjadwalan selang waktu adalah pendekatan yang dipergunakan oleh guru mendorong siswa setelah batas waktu tertentu. Misalnya, guru yang menggunakan penjadwalan selang waktu akan mendorong seorang siswa setiap jam. Penjadwalan rasio adalah pendekatan yang digunakan oleh guru mendorong siswa setelah suatu perbuatan terjadi beberapa kali. Misal, guru yang menggunakan penjadwalan rasio akan mendorong siswa setelah perbuatan tertentu terjadi empat kali.

Penghargaan atau pendorong adalah suatu rangsangan untuk meningkatkan frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Hukuman adalah sesuatu yang mengurangi frekuensi frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Pendorong dapat digolongkan dalam dua kategori utama yaitu pendorong primer (diperlukan untuk mempertahankan kehidupan seperti air, makanan, rumah), dan pendorong bersyarat (pujian, rasa kasih sayang dan sebagainya).

Pendorong bersyarat terdiri dari beberapa tipe seperti pendorong sosial (pujian atau tepukan), pendorong perlambang (berupa benda/barang – tanda penghargaan), pendorong nyata (uang atau cek), pendorong kegiatan (bermain di luar, membaca bebas, diberi kesempatan memilih nyanyian).

Penghargaan (dan hukuman) dapat dipahami hanya dalam kaitannya dengan peserta didik secara individual. Penghargaan terhadap seorang peserta didik dapat saja dirasakan sebagai hukuman bagi peserta didik lainnya. Respon yang dimaksudkan oleh guru sebagai penghargaan dapat dirasakan sebagai hukuman, dan respon yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat menjadi penghargaan. Hal semacam ini sering terjadi. Cotoh yang sangat lazim sekali terjadi apabila seorang peserta didik berperilaku menyimpang dengan maksud menarik perhatian. Tindakan hukum yang diberikan oleh guru sesudah kejadian itu sesungguhnya adalah menghargai, bukan menghukum peserta didik yang haus perhatian itu. Dan oleh karena itu, peserta didik tersebut meneruskan perilakunya untuk mendapat perhatian yang didambakannya.

 Berikut ini adalah strategi-strategi lain yang ditawarkan dalam memanajemeni kelas :

Mempergunakan Model                                                                                      

Model adalah proses dimana peserta didik dengan mengamati cara berperilaku orang lain mendapatkan perilaku yang baru.  model dapat dipandang sebagai suatu proses dimana guru melalui tingkah lakunya menampilkan nilai dan sikap, yang dikehendaki dimiliki dan ditampilkan oleh peserta didik.

 

Mempergunakan pembentukan

Pembentukan adalah suatu prosedur dimana guru meminta peserta didik menampilkan serangkaian perilaku yang mendekati atau mirip dengan perilaku yang digunakan. Dan pada setiap kali peserta didik menampilkan perilaku yang mendekati itu guru memberikan dorongan kepada peserta didik sehingga ia mampu secara konsisten menampilkan perilaku yang diinginkan tersebut. Jadi pembentukan adalah strategi pengubahan perilaku yang dipergunakan untuk mendorong perkembangan perilaku yang baru.

 

Mempergunakan sistem hadiah

Sistem hadiah biasanya terdiri dari tiga unsur. Unsur-unsur itu dimaksudkan untuk mengubah perilaku sekelompok peserta didik. Unsur-unsur itu berupa: 1) seperangkat instruksi tertulis yang disiapkan dengan teliti, yang menggambarkan perilaku peserta didik yang hendak dikuatkan atau didorong oleh guru, 2) suatu sistem yang dirancang dengan baik untuk menghadiahkan barang kepada peserta didik yang menampilkan perilaku yang sesuai, dan 3) seperangkat prosedur yang memberikan kesempatan kepada peserta didik saling bertukar hadiah yang mereka peroleh sebagai penghargaan, atau memberikan kesempatan terlibat dalam kegitan-kegiatan sosial.

Mempergunakan kontrak perilaku

Kontra perilaku adalah suatu persetujuan antara guru dan peserta didik yang berperilaku menyimpang. Persetujuan itu menentukan perilaku yang disetujui oleh peserta didik untuk ditampilkan dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya apabila peserta didik menampilkan perilaku tersebut. Kontrak dalah suatu kesepakatan antara guru dan peserta didik yang merinci apa yang diharapkan oleh peserta didik dan ganjaran atau konsekuensi yang  akan diperolehnya apabila melakukan hal-hal yang disepakati itu.

Mempergunakan jatah kelompok

Penggunaan jatah kelompok adalah penggunaan prosedur dimana konsekuensi (penguatan atau hukuman) tidak hanya tergantung kepada perilaku seorang peserta didik sendiri, melainkan juga kepada perilaku kelompoknya. Penghargaan terhadap setiap anggota kelompok tergantung pada perilaku salah seorang atau lebih atau pada perilaku seluruh anggota kelompok lainnya.

Penguatan alternatif yang tidak serasi

Penguatan alternarif yang tidak serasi yaitu penguatan yang bertentangan satu dengan yang lainnya. Penguatan itu terjadi pada situasi dimana guru menghargai perilaku yang tidak dapat terjadi bersamaan dengan perilaku menyimpang yang hendak dihilangkan oleh guru.

Mempergunakan Penyuluhan perilaku

Penyuluhan perilaku adalah suatu proses yang meliputi pertemuan pribadi antara guru dan peserta didik. Penyuluhan perilaku ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik yang berperilaku menyimpang mengetahui bahwa perilakunya tidak sesuai dan merencanakan perubahan. Pertemuan seperti itu akan membantu peserta didik memahami hubungan antara tindakannya dengan konsekuensinya, dan mempertimbangkan tindakan-tindakan alternatif yang mungkin dapat menghasilkan konsekuensi yang diinginkan.

Mempergunakan pemantauan sendiri

Pemantauan diri sendiri diartikan sebagai pengelolaan diri sendiri dimana peserta didik mencatat aspek-aspek perilakunya agar ia dapat merubahnya. Pemantauan diri sendiri secara sistematis akan meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap perilaku yang diharapkan dihilangkan atau dikurangi. Pemantauan diri sendiri meningkatkan kesadaran diri sendiri melalui pengamatan atas dirinya.

Mempergunakan isyarat                                                                  

Isyarat adalah suatu proses untuk merangsang berbuat atau tindakan mengingatkan secara verbal atau non-verbal yang digunakan oleh guru kepada peserta didiknya. Hal ini dilakukan apabila ia merasa peserta didiknya berperilaku menyimpang. Suatu isyarat dapat digunakan untuk mendorong atau mencegah perilaku tertentu. Berlainan dengan pendorong, isyarat mendahului respons.

Ada tiga pandangan pokok yang paling menonjol dalam hal ini yaitu: 1) penggunaan hukuman dengan tepat sangat efektif untuk menghilangkan perilaku peserta didik yang menyimpang, 2) penggunaan hukuman dengan bijaksana pada jenis-jenis situasi tertentu akan dapat memberikan dampak positif pada perilaku peserta didik, tetapi karena adanya risiko timbulnya pengaruh sampingan yang negatif, penggunaan hukuman harus dipantau dengan seksama, 3) penggunaan hukuman harus dihindarkan sama sekali, karena perilaku siswa yang menyimpang dapat ditangani secara efektif dengan teknik-teknik lain yang tidak mempunyai pengaruh sampingan yang negatif seperti hukuman.

7.      Pendekatan Iklim Sosio-Emosional

Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakar pada psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Pendekatan ini dibangun atas dasar asumsi bahwa manajemen kelas yang efektif (dan pengajaran yang efektif) sangat tergantung pada hubungan yang positif antara guru dan peserta didik. Guru adalah penentu utama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif pula.

Glasser mengemukakan delapan langkah untuk membantu peserta didik mengubah perilakunya berikut ini.

  1. Secara pribadi melibatkan diri dengan siswa; menerima siswa tetapi bukan kepada perilakunya yang menyimpang; menunjukkan kesediaan membantu siswa memecahkan masalah.
  2. Perilaku siswa; menangani masalah tetapi tidak menilai atau menghakimi siswa.
  3. Membantu siswa membuat penilaian atau pendapat tentang perilakunya yang menjadi masalah itu. Pusatkan perhatian kepada apa yang dilakukan oleh siswa yang menimbulkan masalah dan yang meyebabkan kegagalannya.
  4. Membantu siswa merencanakan tindakan yang lebih baik; jika perlu berikan alternatif-alternatif; bantulah siswa membuat keputusan sendiri berdasarkan penilaiannya atas alternatif-alternatif yang ada untuk mengembangkan perasaan tanggung jawab sendiri.
  5. Membimbing siswa mengikatkan diri dengan rencana yang telah dibuatnya.
  6. Mendorong siswa sewaktu melaksanakan rencananya dan memelihara keterikatannya dengan rencana tersebut; yakinkan siswa bahwa guru mengetahui kemajuan-kemajuan yang dibuatnya.
  7. Tidak menerima pernyataan maaf siswa apabila siswa gagal meneruskan keterikatannya; bantulah ia memahami bahwa ia sendirilah yang bertanggung jawab atas perilakunya; ingatkan siswa akan perlunya rencana yang lebih baik; menerima pernyataan maaf berarti tidak memusingkan masalah siswa.
  8. Memberikan kesempatan kepada siswa merasakan akibat wajar dari perilakunya yang menyimpang tetapi jangan menghukumnya; bantulah siswa mencoba lagi menyusun rencana yang lebih baik dan mengikatkan diri dengan rencana tersebut.

Sementara itu Dreikurs dalam kaitan dengan pendekatan sosio-emosional mengemukakan gagasan-gagasan penting yang mempunyai implikasi bagi manajemen kelas yang efektif. Dua diantaranya ialah: 1) penekanan pada kelas yang demokratis dimana siswa dan guru berbagi tanggung jawab, baik dalam proses maupun dalam langkah maju, 2) pengakuan akan pengaruh konsekuensi wajar dan logis atas perilaku siswa.

8.      Pendekatan Proses Kelompok

Premis utama yang mendasari pendekatan  proses kelompok didasarkan pada asumsi-asumsi barikut: 1) kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas, 2) tugas pokok guru adalah memnciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif, 3) kelompok kelas adalah suatu system social yang mengandung cirri-ciri yang terdapat pada semua system social, 4) pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.

Schmuck dan Schmuck dalam Weber mengemukakan enam cirri mengenai manajemen kelas yaitu: harapan, kepemimpinan, daya tarik, norma, komunikasi, dan keterpaduan.

Harapan adalah persepsi yang dimiliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu sama lain. Kepemimpinan paling tepat diartikan sebagai perilaku yang membantu kelompok bergerak menuju pencapaian tujuannya.

Daya tarik, menunjuk pada pola-pola persahabatan dalam kelompok kelas. Daya tarik dapat digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat di antara para anggota kelompok kelas. Tingkat daya tarik tergantung pada sejauh mana hubungan antar pribadi yang positif telah berkembang. Pengelola kelas yang efektif ialah seseorang yang membantu mengembangkan hubungan antar pribadi yang positif antara para naggota kelompok.

Norma ialah pengharapan bersama mengenai cara berpikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku para anggota kelompok. Norma sangat mempengaruhi hubungan antar pribadi karena norma tersebut memberikan pedoman yang membantu para anggota memahami apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang dapat mereka harapkan dari orang lain. Norma kelompok yang produktif adalah hakiki bagi efektivitas kelompok. Oleh karena itu, salah satu tugas guru ialah membantu kelompok menciptakan, menerima, dan memelihara norma kelompok yang produktif.

Komunikasi, baik verbal maupun non-verbal adalah dialog antara anggota-anggota kelompok. Komunikasi mencakup kemampuan khas manusia untuk saling memahami buah pikiran dan perasaan masing-masing. Komunikasi yang efektif berarti menerima pesan menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan. Oleh karena itu, tugas rangkap guru adalah membuka saluran komunikasi sehingga semua siswa menyatakan buah pikiran dan perasaanya dengan bebas, menerima buah pikiran dan perasaan siswa.

Keterpaduan adalah menyangkut perasaan kolektif yang dimiliki oleh para anggota kelas mengenai kelompok kelasnya. Keterpaduan menekankan hubungan individu dengan kelompok sebagai suatu keseluruhan. Kelompok menjadi padu karena alas an: 1) para anggota saling menyukai satu sama lainnya, 2) minat yang besar terhadap pekerjaan, 3) kelompok memberikan harga diri kepada para anggotanya.

9.      Pendekatan Eklektik

Menyimak secara seksama kedelapan pendekatan yang telah diuraikan di muka adalah ibarat melihat benda yang sama dari berbagai sudut pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, seorang guru harus mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pendekatan ketika akan menerapkan satu pendekatan. Dalam kenyataan guru jarang sekali menerapkan satu pendekatan secara utuh, melainkan mengkombinasikan masing-masing pendekatan dengan mengambil hal-hal yang positif dari satu pendekatan seraya mengeliminir kelemahan masing-masing pendekatan. Wilford A. Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara filosofis, teoritis, dan/atau psikologis dinilai benar, yang bagi guru merupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik (Wilford A. Weber, 1986). Dua syarat yang perlu dikuasai oleh guru dalam menerapkan pendekatan eklektik yaitu: 1) menguasai pendekatan-pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan Pengubahan Perilaku, Penciptaan Iklim Sosio-Emosional, Proses Kelompok, dan 2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan baik dalam masalah manajemen kelas ( M. Endang dan T. Raka Joni, 1983: 43)

Simpulannya adalah bahwa kemampuan guru memilih strategi manajemen kelas yang sangat tergantung pada kemampuannya menganalisis masalah manajemen kelas yang dihadapinya. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku dipilih, misalnya bila tujuan tindakan manajemen kelas yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah lakupeserta didik yang baik dan/atau menghilangkan perilaku peserta didik yang kurang baik; pendekatan Penciptaan Iklim Sosio-Emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antar pribadi guru dan peserta didik; sementaa itu pendekatan Proses Kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.

10.  Pendekatan Analitik Pluralistik

Sembilan pendekatan yang diuraikan di muka menggambarkan sembilan macam pendekatan manajemen kelas yang berlainan. Setiap pendekatan ada penganjurannya dan pemakaiannya. Tidak ada anjuran dan saran untuk menganut dan menggantungkan diri pada sattu pendekatan manajemen kelas. Saran dan anjuran yang perlu dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.

Berbeda dengan pendakatan eklektik, pendekatan analitik pluralistik memberi kesempatan kepada guru memilih strategi manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi dari berbagai pendekatan manajemen yang dianggap mempunyai potensi terbesar berhasil menanggulangi masalah manajemen kelas dalam situasi yang telah dianalisis. Guru yang bijaksana menghargai pendekatan dan strategi manajemen kelas yang mempunyai konsep yang baik. Dengan demikian, pendekatan analitik pluralistik memperluas jangkauan pendekatan. Pendekatan  analitik pluralistik berupa pemilihan diantara berbagai strategi manajemen kelas suatu atau beberapa strategi yang mempunyai kemungkinan menciptakan dan menampung kondisi-kondisi yang memberi kemudahan kepada pembelajaran yang efektif  dan efisien.

Pendekatan analitik pluralistik tidak mengikat guru pada serangkaian strategi manajerial tertentu saja. Guru bebas mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif. Terdapat empat tahap pendekatan analitik pluralistik yang perlu dicermati dalam penggunaannya :

  1. Menentukan kondisi kelas yang diinginkan
  2. Menganalisis kondisi kelas yang nyata
  3. Memilih dan menggunakan strategi pengelolaan
  4. Menilai efektivitas pengelolaan

B.     Hambatan dalam Manajemen Kelas

Dalam pelaksanaan manajemen kelas akan ditemui berbagai faktor penghambat. Hambatan tersebut bisa datang dari guru sendiri, dari peserta didik, lingkungan keluarga, ataupun karena faktor fasilitas.

Sebelum membahas faktor-faktor tersebut, marilah disimak kembali uraian sebelumnya. Dari bahan uraian tadi tampaklah bahwa kewenangan penanganan masalah penglolaan kelas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:

1)      Masalah yang ada dalam wewenang guru bidang studi.

Ada sejumlah masalah manajemen kelas yang ada dalam ruang lingkup wewenang seorang guru bidang studi untuk mengatasinya. Hal ini berarti bahwa seorang guru bidang studi yang sedang mengelola proses pembelajaran dituntut untuk dapat menciptakan, memperhatikan, dan mengembalikan iklim belajar kepada kondisi pembelajaran yang menguntungkan kalau ada gangguan, sehingga peserta didik berkesempatan untuk dapat mengambil manfaat yang optimal dari kegiatan belajar yang dilakukan.

Kegiatan tersebut meliputi cara mengatur tempat duduk peserta didik disesuaikan dengan format belajar, membina “report” yang baik dengan peserta didik, memberi pujian, memberi hadiah (barang) kepada peserta didik yang menyelesaikan tugas  dengan benar sebelum waktunya, menegur peserta didik yang mengganggu teman di sebelahnya, mendamaikan peserta didik yang  bertengkar pada jam pelajaran yang sedang  berlangsung sampai kepada melaporkan pelanggaran tata tertib oleh peserta didik yang sudah diberi teguran dan peringatan baik kepada wali kelas, kepada sekolah, ataupun orang tua peserta didik.

2)      Masalah yang dalam wewenang sekolah sebagai satu lembaga pendidikan.

Dalam kenyataan sehari-hari di kelas, akan ditemukan masalah yang lingkup wewenang untuk menagatasinya berada di luar jangkauan guru bidang studi. Masalah ini harus di atasi oleh sekolah sebagai suatu lemabga pendidikan. Bahkan mungkin juga ada masalah pengelolaan yang tidak bias hanya diatasi oleh  satu lembaga pendidikan akan tetapi menuntut penanganan bersama antar sekolah.

Masalah-masalah yang ada dibawa wewenang sekolah antara lain pembagian ruangan yang adil untuk setiap tingkat atau jurusan, pengaturan upacara bendera pada setiap hari senin, dan bila pada hari tersebut turun hujan lebat, menegur peserta didik yang selalu terlambat pada saat apel bendera, mengingat peserta didik yang tidak mau memakai seragam sekolah, menasihati peserta didik yang rambutnya panjang (gondrong), memberi peringatan keras kepada pesera didik yang merokok di kelas atau sekolah dan suka minum-minum keras, sampai kepada mendamaikan peserta didik jika terjadi perselisihan antar sekolah.

3)      Masalah yang ada di luar wewenang guru bidang studi dan sekolah.

Masih ada satu masalah pengelolaan yang berada di luar wewenang guru bidang studi atau sekolah untuk mengatasinya. Dalam mengatasi masalah semacam ini mungkin yang harus terlibat adalah orang tua, lembaga-lembaga yang dalam masyarakat seperti karang taruna, bahkan para penguasa dan lembaga pemerintahan setempat.

Pihak-pihak tersebut di atas dituntut  turut membina keterlibatan melalui pembiasan yang baik di rumah pengawasan orang tua, menyediakan fasilitas rekreasi yang sehat bagi remaja dan sebagainya.

Juga kepada mereka dituntut untuk turut mengatasi berbagai masalah pengelolaan kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh para peserta didik. Masalah pengelolaan kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh peserta didik pengelolaan tersebut mungkin berupa minuman-minuman keras di luar rumah, nonton film di luar umur yang sudah ditentukan, bergerombol di jalan dan membuat keributan, ngebut di jalan umum sehingga membahayakan pemakai jasa jalan yang lainnya, perkelahian antar sekolah, sampai kepada hal-hal yang bisa digolongkan lagi kepada kenakalan akan tetapi sudah masuk kejahatan seperti pencurian, penjambretan, penodongan, dan pemerasan.

Masalah semacam ini benar-benar sudah berada di luar jangkauan guru dan sekolah untuk mengatasinya walaupun sampai batas-batas tertentu usaha pencegahan dan penyembuhan selalu dilakukan baik oleh guru bidang studi, wali kelas, ataupun sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Faktor Guru

Sudah dikatakan di atas bahwa guru pun bisa merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan penciptaan suasana yang menguntungkan dalam proses pembelajaran.  Faktor penghambat yang datang dari guru berupa hal-hal seperti di bawah ini :

1.      Tipe kepemimpinan guru.

            Tipe kepemimpinan guru (dalam mengelola proses pembelajaran) yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif peserta didik. Kedua sikap peserta didik ini akan merupakan sumber masalah pengelolaan kelas.

2.      Format pembelajaran yang monoton.

            Format pembelajaran yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi peserta didik. Format pembelajaran yang tidak bervariasi dapat menyebabkan para peserta didik bosan, frustasi/kecewa, dan hal ini akan merupakan sumber pelanggaran disiplin.

3.      Kepribadian guru.

            Seorang guru yang berhasil, dituntut untuk bersikap hangat, adil, objektif, dan fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Sikap yang bertentangan dengan kepribadian tersebut akan menimbulkan masalah pengelolaan kelas.

4.      Pengetahuan guru.

            Terbatasnya pengetahuan guru tentang masalah pengelolaan dan pendekatan pengelolaan, baik-baik yang sifatnya teoritis maupun pengalaman praktis. Mendiskusikan masalah ini dengan teman sejawat akan membantu mereka dalam meningkatkan keterampilan mengelola kelas dalam proses pembelajaran.

5.      Pemahaman guru tentang peserta didik.

            Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya, mungkin karena tidak tahu caranya ataupun karena beban mengajar guru yang di luar batas kemampuannya yang wajar karena mengajar di berbagai sekolah sehingga guru datang ke sekolah semata-mata untuk mengajar.

Faktor Peserta Didik                                                                                                       

Faktor lain yang dapat merupakan hambatan dalam penglolaan kelas adalah faktor peserta didik. Peserta didik dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang individu dalam suatu masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Mereka harus tahu hak-haknya sebagai bagian dari satu kesatuan masyarakat di samping mereka juga harus tahu akan kewajibannya dan keharusan menghormati hak-hak orang lain dan teman-teman sekelasnya.

Peserta didik harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang sedang belajar berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota satu masyarakat kelas dan tidak menghormati hak peserta didik lain untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan pembelajaran.

Kekurangan sandaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas atau suatu sekolah dapat merupakan faktor utama penyebab masalah pengelolaan kelas.

Faktor Keluarga

Tingkah laku peserta didik gi dalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif atau apatis. Di dalam kelas sering ditemukan ada peserta didik yang mengganggu dan pembuat ribut. Mereka itu biasanya kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya di rumah. Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau pun terlampau dikekang akan merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar disiplin di kelas. Jelaslah sudah bila tuntutan di kelas atau sekolah berbeda jauh dengan kondisi kehidupan keluarga akan merupakan kesukaran sendiri bagi peserta didik untuk menyesuaikan diri. Salah penyesuaian peserta didik terhadap situasi kelas akan merupakan masalah pengelolaan. Disinilah pula letak pentingnya hubungan kerja sama yang seimbang antara sekolah dengan rumah agar terdapat keselarasan antara situasi dan tuntutan di kelas atau di sekolah.

 

 

Faktor Fasilitas

Faktor fasilitas merupakan penghambat dalam pengelolaan kelas. Faktor tersebut meliputi:

1.      Jumlah peserta didik dalam kelas

Kelas yang jumlah peserta didiknya banyak sulit untuk dikelola. Julah peserta dalam suatu kelas di SLTA yang mencapai rata-rata 40 orang peserta didik dan perguruan tinggi yang kadang-kadang mencapai sekitar 45 orang peserta didik merupakan masalah tersendiri dalam pengelolaan.

2.      Besar ruangan kelas

Ruang kelas yang kecil dibandingkan dengan jumlah peserta didik untuk bergerak dalam kelas merupakan hambatan lain bagi pengelolaan. Demikian pula halnya dengan jumlah ruangan yang kurang dibanding dengan banyaknya kelas dan jumlah ruangan khusus yang dibutuhkan seperti laboratorium, auditorium, ruang kesenian, ruang gambar, ruang olahraga, dan sebagainya memerlukan penanganan tersendiri.

3.      Ketersediaan alat

Jumlah buku yang kurang atau alat lain yang tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang membutuhkannya akan menimbulkan masalah pengelolaan kelas. Dengan demikian keempat faktor yang telah disebutkan di atas yaitu faktor guru, peserta didik, lingkungan keluarga, dan fasilitas merupakan faktor yang senantiasa harus diperhitungkan dalam menangani masalah pengelolaan kelas.

                                                                             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Latihan :

1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan:

a.       Otoriter

b.      Intimidasi

c.       Permisif

d.      Buku masak

e.       Instriksional

f.       Pengubahan perilaku

g.      Proses kelompok

h.      Iklim Sosio-Emosional

i.        Eklektik

j.        Analitik Pluralistik

2.      Apa kelemahan dari masing-masing pendekatan tersebut di atas!

3.      Apa kelebihan dari masing-masing pendekatan tersebut di atas!

4.      Pendekatan apa yang ering digunakan oleh guru di kelas. Berikan contoh!

5.      Hambatan apa yang sering muncul dalam manajemen kelas!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PROSEDUR DAN RANCANGAN MANAJEMEN KELAS

 

 

Standar Kompetensi :     Memahami prosedur dan rancangan prosedur manajemen kelas

Kompetensi Dasar     :     Menjelaskan jenis-jenis tindakan manajemen kelas

                                          Menggambarkan rancangan prosedur manajemen kelas

                                          Mengidentifikasikan rancangan prosedur manajemen kelas

                                          Menyusun rancangan prosedur manajemen kelas

Waktu                        :     3 x 100 menit

 

Materi                         :

 

A.    Prosedur Manajemen Kelas

Guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses pembelajaran, sementara itu manajemen kelas merupakan salah satu aspek dari pengelolaan proses pembelajaran yang paling rumit tetapi menarik perhatian. Rumit, karena manajemen kelas itu memerlukan berbagai kriteria keterampilan, pengalaman, bahkan kepribadian serta sikap dan nilai seorang guru. Dua guru yang sama-sama pandai dan berpengalaman tetapi berbeda dalam kepribadian, sikap dan nilai termasuk cara menyikapi subjek didik akan lain situasi belajarnya yang dihasilkan oleh kedua orang guru tadi. Disinilah letaknya seni dalam mengelola proses pembelajaran.

Manajemen kelas, dikatakan menarik, karena selain memerlukan kemampuan pribadi serta ketekunan menghadapinya disatu sisi, di sisi lain calon guru, guru, dan guru yang berpengalaman sekalipun akan bergelut dengan manajemen kelas agar terselenggara proses pembelajaran yang efektif demi tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan manajemen kelas maupun manajemen pembelajaran. Penciptaan sistem lingkungan yang merangsang anak untuk belajar sangat diperlukan karena hanya dengan situasi belajar seperti itulah tujuan akan tercapai.

Berdasar penjelasan tersebut di atas, mengisyaratkan bahwa guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas. Untuk memiliki kemampuan manajemen kelas guru antara lain harus memahami prosedur dan rancangan prosedur manajemen kelas.

Manajemen kelas merupakan suatu tindakan yang menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang berusaha menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Apabila seorang guru melakukan kegiatan manajemen kelas dengan atau melalui langkah-langkah tertentu, berarti guru tersebut sudah melakukan kegiatan manajemen kelas berdasar prosedur manajemen kelas. Prosedur manajemen kelas adalah serangkaian langkah kegiatan manajemen kelas yang dilakukan bagi terciptanya kondisi optimal serta mempertahankan kondisi optimal tersebut supaya proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Serangkaian langkah kegiatan manajemen kelas mengacu kepada: 1) tindakan pencegahan (preventif) dengan tujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang menguntungkan, dan 2) tindakan korektif yang merupakan tindakan koreksi terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat menggangu kondisi optimal dari proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Mengacu kepada buah tindakan dalam kegiatan manajemen kelas yaitu tindakan pencegahan (preventif) dan tindakan penyembuhan (kuratif) maka tindakan manajemen kelas juga dapat menjurus kepada tindakan manajemen dimensi pencegahan dan tindakan manajemen dimensi kuratif.

a.       Dimensi pencegahan (preventif)

Merupakan tindakan guru dalam mengatur peserta didik dan peralatan serta format pembelajaran yang tepat sehingga menumbuhkan kondisi yang menguntungkan bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Maka prosedur pencegahannya merupakan langkah-langkah yang harus diambil oleh guru dalam rangka mengatur peserta didik dan format pembelajaran yang tepat yang mendukung berlangsungnya proses pembelajaran.

Langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut:

1)      Peningkatan kesadaran diri sebagai guru

Langkah  peningkatan kesadaran diri sebagai guru merupakan langkah yang strategis dan mendasar, karena dengan dimilikinya kesadaran ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Indikasinya adalah kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis, dan berwibawa. Penampakan sikap seperti itu akan menumbuhkan respon dan tanggapan positif dari para peserta didik.

2)      Peningkatan kesadaran peserta didik

Interaksi positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran terjadi apabila dua kesadaran, kesadaran guru dan peserta didik bertemu. Kurangnya kesadaran peserta didik akan menumbuhkan sikap suka marah, mudah tersinggung, yang pada gilirannya memungkinkan peserta didik melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka pembelajaran. Untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, maka kepada mereka perlu dilaksanakan hal-hal berikut: 1) memberitahukan akan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, 2) memperhatikan kebutuhan, keinginan, dan dorongan para peserta didik, 3) menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan para peserta didik.

3)      Sikap polos dan tulus dari guru

Peran sangat besar dan berpengaruh dalam menciptakan kondisi optimal proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya bersikap polos dan tulus terhadap para peserta didik. Sikap ini mengandung makna bahwa guru dalam segala tindakannya tidak boleh berpura-pura bersikap dan bertindak apa adanya. Sikap dan tindak laku seperti itu sangat membantu dalam memanajemeni kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi, dan tindakan guru merupakan stimulus yang akan direspon atau diberikan reaksi oleh para peserta didik. Kalau stimulus itu positif maka respon atau reaksinya juga positif. Sebaliknya kalau stimulus itu negatif maka respon atau reaksi yang akan muncul adalah negatif. Sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan dan atau keluhan para siswa, akrab dengan guru akan membuka kemungkinan terjadinya interaksi dan komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.

4)      Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan

Untuk mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan, langkah ini menuntut guru: 1) melakukan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik yang sifatnya individual maupun kelompok tersebut termasuk penyimpanganyang disenaja dilakukan peserta didik yang hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman-temannya. 2) mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha menggunakan pendekatan manajemen kelas yang dianggap tepat untuk mengatasi suatu situasi atau menggantinya dengan pendekatan yang dipilihnya, 3) mempelajari pengalaman guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi dalam menangani berbagai problema manajemen kelas.

5)      Menciptakan kontrak sosial

Penciptaaan kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan “standar tingkah laku” yang diharapkan seraya memberi gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan peserta didik. Pemenuhan kebutuhan tersebut sifanya individual maupun kelompok dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Standar tingkah laku ini dibentuk melalui kontrak sosial antara sekolah/guru dan peserta didik. Norma atau nilai yang turunnya dari atas dan tidak dari bawah, jadi sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu kurang dihormati dan ditaati. Oleh sebab itu, dalam rangka memanajemeni kelas norma berupa kontrak social (daftar aturan = tata tertib) dengan sanksinya yang mengatur kehidupan dalam kelas, perumusannya harus dibicarakan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini bahwa aturan-aturan sebagai standar tingkah laku berasal dari atas (sekolah/guru). Para peserta didik dalam hal ini hanya menerima saja apa yang ada. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk menolaknya. Konsekuensi terhadap kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam manajemen kelas karena para peserta didik tidak merasa turut membuat serta memeiliki peraturan sekolah yang sudah ada tersebut.

b.      Dimensi kuratif

Merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan itu tudak berlarut-larut. Guru berusaha untuk menumbuhkan kesadaran akan penyimpangan yang dibuat dan akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk memperbaiki diri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah:

  1. Mengidentifikasi masalah

Guru, pada langkah ini melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah manajemen kelas yang timbul dalam kelas. Berdasar masalah tersebut guru mengidentifikasi jenis-jenis penyimapangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.

  1. Menganalisis masalah

Guru, pada langkah ini berusaha menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Setelah diketemukan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan tersebut guru kemudian melanjutkan usahanya yaitu menentukan alternatif-alternatif penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan itu.

  1. Menilai alternative-alternatif pemecahan

Guru, pada langkah ini adalah menilai dan memilih alternative pemecahan masalah berdasar sejumlah alternative yang telah tersusun. Memilih dalam arti menentukan alternative mana yang paling tepat auntuk menanggulangi penyimpangan peserta didik tersebut. Sesudah terpilih alternative pemecahan yang dianggap tepat, selanjutnya guru melaksanakan alternative pemecahan itu.

  1. Mendapatkan balikan

Guru, pada langkah ini yang didahului dengan langkah monitoring, melakukan kegiatan kilas balik. Kegiatan kilas balik ini dimaksudkan untuk menilai keampuhan pelaksanaan dari alternative pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan kilas balik dapat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan dengan para peserta didik.dalam pertemuan tersebut perlu dijelaskan: maksud pertemuan dan manfaat pertemuan. Maksud pertemuan perlu dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik mengetahui serta mengajari bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik untuk peserta didik maupun sekolah. Manfaat pertemuan juga perlu dijelaskan karena dengan mengetahui kemanfaatan pertemuan tersebut para peserta didik akan mengikuti pertemuan itu dengan baik. Selain itu, perlu disikapi pengendalian perilaku guru dalam pertemuan tersebut. Tunjukkan kepada para peserta didik bahwa guru bukanlah orang sempurna atau tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan. Sehingga antara guru dan peserta didik diperoleh kesadaran untuk bersama-sama belajar saling memperbaiki dan saling mengingatkan, yang semuanya itu untuk kepentingan bersama.informasi yang diperoleh dari balikan ini merupakan bahan yang sangat berguna untuk menilai program, dan akhirnya merupakan dasar melakukan perbaikan program.

B.     Rancangan Prosedur Manajemen Kelas

Pemilikan pengetahuan dan keakraban seorang guru terhadap masalah manajemen kelas baik dimensi preventif maupun dimensi kuratif serta  menguasai prosedur masing-masing, merupakan dasar yang kuat untuk menyusun rancangan prosedur manajemen kelas.

Rancangan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk mencapai tujuan tertentu. Menyusun rancangan prosedur manajemen kelas nerarti guru menentukan serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah manajemen kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk tujuan menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi berlangsungnya kegiatan belajar siswa.

Manajemen kelas merupakan pangkal kegiatan yang dapat berdimensi preventif dan kuratif, sehingga perencanaan prosedur manajemen kelas ke arah dimensi preventif dan kuratif itu. Tujuannya adalah terciptanya kondisi serta mempertahankan kondisi optimal yang mendukung terlaksananya proses belajar mengajar. Hal ini secara jelas akan nampak pada diagram berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DIAGRAM

DIMENSI PREVENTIF DAN KURATIF MANAJEMEN KELAS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Penyusunan rancangan prosedur manajemen kelas dipengaruhi oleh beberap

 

a faktor, antara lain:

a.       pemahaman terhadap arti, tujuan, dan hakikat manajemen kelas.

b.      pemahaman terhadap hakikat peserta didik yang sedang dihadapi.

c.       pemahaman terhadap bentuk penyimpangan serta latar belakang tindakan penyimpangan yang dilakukan peserta didik.

d.      pemahaman terhadap pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen kelas.

e.       Pemilikan pengetahuan dan nketerampilan dalam membuat rancangan prosedur manajemen kelas.

Kelima faktor yang dikemukakan di atas merupakan hal-hal yang patut dipertimbangkan dalam pembuatan rancangan prosedur manajemen kelas.

 

DIAGRAM

LANGKAH-LANGKAH RANCANGAN PROSEDUR MANAJEMEN KELAS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Diagram di atas menampakkan dengan jelas bagaimana peranan pengetahuan

 

 

tentang hakikat peserta didik, hakikat penyimpangan yang dilakukan peserta didik, serta jenis-jenis pendekatan manajemen kelas dalam menyusun rancangan prosedur manajemen kelas untuk menciptakan serta mempertahankan kondisi optimal yang dapat menunjang proses pembelajaran. Diagram tersebut juga memperlihatkan bahwa setelah rancangan itu dilaksanakan perlu dimonitoring sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana hasil itu dicapai serta perkembangan apa yang terjadi.

Memperhatikan dua diagram di atas belum nampak langkah-langkah apa yang akan dikerjakan yang dimuat dalam rancangan itu. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam rancangan tersebut perlu ada penjabaran lebih lanjut terhadap langkah-langkah kegiatan yang telah ditetapkan, yang kesemuanya itu mengarah pada pencapaian tujuan.

Langkah-langkah yang dimaksud adalah:

a.       Identifikasi dari masalah yang timbul dalam manajemen kelas

b.      Analisis masalah

c.       Penilaian alternatif-alternatif pemecahan, penilaian dan pelaksanaan salah satu alternatif pemecahan

d.      Monitoring pelaksanaan

e.       Balikan hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Uraian di atas dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut :

DIAGRAM

PENJABARAN LANGKAH-LANGKAH RANCANGAN PROSEDUR MANAJEMEN KELAS

 

 

 

Gambar 4.3 Bagan penjabaran langkah-langkah rancangan prosedur manajemen kelas

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 Berdasarkan kedua diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa proses manajemen kelas dimulai dengan langkah-langkah berikut:

  1. Memahami hakikat konsep dan tujuan manajemen kelas
  2. Menentukan masalahnya: preventif atau kuratif
  3. Mempertimbangkan hakikat anak yang memiliki tingkat pertumbuhan perkembangan sendiri, lalu memperhatikan kenyataan penyimpangan tingkah laku yang ada
  4. Menentukan masalahnya: individual atau kelompok
  5. Menyusun rancangan prosedur manajemen kelas: preventif individual/kelompok, ataukah kuratif individual/kelompok
  6. Menjabarkan langkah-langkah kegiatan rancangan prosedur manajemen kelas, yang meliputi: pengidentifikasian masalah, penganalisaan masalah,

            penilaian alternative pemecahan yang akan digunakan, pelaksanaan    monitoring, dan   pengumpulan balikan.

  1. Melaksanakan rancangan yang telah disusun, dimana fungsi dan peranan guru sangat menentukan
  2. Melaksanakan monitoring untuk mengetahui sejauh mana hasil pemecahan masalah itu dilaksanakan dan ditaati atau telah terjadi perkembangan baru
  3. Mendapatkan balikan yaitu tahap pelaksanaan yang telah tiba pada penggunaan hasil monitoring untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.                                                                                        

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Latihan :

1.      Jelaskan, mengapa guru merupakan unsur dominan dalam penciptaan sistem lingkungan yang menunjang proses pembelajaran!

2.      Jelaskan, mengapa tindakan manajemen merupakan terapi yang tepat dalam manajemen kelas!

3.      Kemukakan alasan-alasannya, mengapa seorang guru tidak boleh langsung menunjukkan kesalahan siswa, pada suatu pertemuan guru-siswa dalam membicarakan penyimpangan siswanya!

4.      Dilihat dari sifatnya, manajemen kelas dibedakan atas dua jenis manajemen kelas. Jelaskan jenis-jenis tersebut!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                BAB V      

PENGATURAN KONDISI DAN PENCIPTAAN IKLIM BELAJAR

YANG MENUNJANG

 

Standar Kompetensi    :     Memahami pengaturan kondisi dan penciptaan iklim belajar yang menunjang

Kompetensi Dasar        :     Menjelaskan alasan bahwa kondisi fisik tempat belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.

                                             Mengemukakan kemungkinan tipe kepemimpinan guru dalam mewarnai wacana kondisi sosio-emosional.

                                             Menunjukkan sikap dan suasana guru yang mendukung suasana belajar yang optimal.

Waktu                           :     2 x 100 menit

 

Materi                            :

 

Telah disadari bahwa kondisi atau suasana berpengaruh terhadap pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu faktor penting dalam pembelajaran adalah kondisi atau suasana belajar. Sistem pendidikan Spartan misalnya, menyiapkan kehidupan anak-anak dengan mengirimnya ke hutan dengan tujuan agar anak belajar mempertahankan dirinya. Demikian juga yang dilakukan oleh Mende dan Temme dari Sierra Leone menjalankan sekolahnya di udara terbuka di hutan. Para pendidik bestir seperti Comenius, John Dewey, dan Tyler menggaris bawahi pentingnya kondisi atau lingkungan terhadap pendidikan anak. Menurut Tyler proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman yang diperoleh siswa dari lingkungan tempat siswa berada.

Manajemen kelas tidak hanya berupa pengaturan belajar, fasilitas fisik, dan rutinitas. Tugas manajemen kelas adalah menyiapkan kondisi kelas dan sekolah agar tercipta kenyamanan dan suasana belajar yang efektif. Oleh karena itu, sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik pula.

Dalam penciptaan iklim belajar yang menunjang guru dihadapkan kepada beberapa faktor yang dapat menjadi kendala atau pendukung terciptanya kondisi optimal bagi terjadinya proses belajar. Sebagai bekal dalam menciptakan iklim belajar yang menunjang, guru harus memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar, dan prinsip-prinsip mengajar yang dapat mendukung terciptanya kondisi belajar optimal tersebut bagi terciptanya proses belajar. Kesemuanya itu perlu dipahami oleh para guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

 

1. Kondisi dan Situasi Belajar-Mengajar

a. Kondisi Fisik

Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap ­hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat akan mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.

Guru harus dapat menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan pendidikan peserta didik. Melalui teknik motivasi yang akurat, guru dapat memberikan kontribusi iklim kelas yang sehat. Kondisi dan lingkungan hendaknya menjadi perhatian dan kepedulian guru agar siswa dapat belajar secara optimal.

1) Ruangan tempat berlangsungnya pembelajaran

Ruangan tempat belajar harus memungkinkan para peserta didik dapat bergerak leluasa, tidak berdesak-desakkan, sehingga tidak saling mengganggu satu sama lainnya pada saat terjadi aktivitas pembelajaran. Besarnya ruangan kelas sangat tergantung pada berbagai hal antara lain : (1) jenis kegiatan (kegiatan pertemuan tatap muka klasikal dalam kelas atau bekerja di ruang praktikum), (2) jumlah siswa yang melakukan kegiatan (kegiatan bersama secara klasikal atau kegiatan dalam kelompok kecil).

        Ruang Kelas

        Ruang laboratorium

        Ruang aula/serbaguna

2)  Pengaturan tempat duduk

Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka. Dengan posisi seperti itu, guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk seperti di bawah ini.

a) Pola berderet atau berbaris-berjajar

b) Pola susunan berkelompok

c) Pola formasi tapal kuda

d) Pola lingkaran atau persegi

3) Ventilasi dan pengaturan cahaya

Suhu, ventilasi dan. penerangan (kendati pun guru sulit mengaturnya karena sudah tersedia) adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua siswa dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2. Siswa harus dapat melihat tulisan dengan jelas.

4)   Pengaturan penyimpanan barang-barang

Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar.

 

 

Berkaitan dengan kondisi fisik, dari yang sederhana sampai kepada yang ideal yang meliputi pengaturan ruang tempat berlangsungnya pembelajaran, pengaturan tempat duduk, dan pengaturan penyimpanan peralatan dapat diperhatikan gambar-gambar berikut ini.

 

 

Gambar 5.1 Tempat duduk siswa pola berderet atau berbaris

 

Gambar 5.2 Tempat duduk siswa pola berkelompok

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.3 Tempat duduk siswa tapal kuda atau pola setengah lingkaran

 

Gambar 5.4 Tempat duduk siswa pola lingkaran dan persegi

 

Gambar 5.5 Ilustrasi penataan kelas untuk kelas awal dan tinggi

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.6 Ilustrasi penataan kelas untuk kelas tengah atau tinggi

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.7 Ilustrasi penataan kelas untuk ruang bahasa kelas awal

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


     b. Kondisi Sosio-Emosional

Kondisi sosio-emosional akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan siswa dan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut meliputi hal-hal berikut ini.

1)  Tipe kepemimpinan

Peranan guru, tipe kepemimpinan guru atau administrator akan mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap siswa yang sub­missive atau apatis. Tetapi. di pihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif.

Kedua sikap siswa yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan sumber problema manajemen, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan.

Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter siswa hanya akan aktif ­kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktivitas menjadi menurun. Aktivitas proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru. Tipe kepemimpinan yang cenderung pada laizer-faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin. Kalau ada guru, siswa lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan.

Dalam kepemimpinan tipe ini malahan biasanya aktivitas siswa lebih produktif kalau gurunya tidak ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi siswa yang ”indirected” dimana siswa tersebut aktif, penuh kemauan berinisiatif dan tidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetapi kelompok siswa semacam ini biasanya tidak cukup banyak.

Tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan kepada demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi belajar mengajar optimal. Siswa akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi oleh guru. Dalam kondisi semacam ini biasanya problema manajemen kelas bisa diperkecil sesedikit mungkin.

Dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, guru harus menempatkan diri sebagai model, pengembang, perencanaan, pembimbing, dan fasilitator (Centra, 1990).

Guru sebagai model adalah guru yang tidak menuntut banyak disiplin kaku melainkan sebagai model. Ia mengharapkan dengan pemodelan yang ditampilkan dapat memberi pengalaman dan keantusiasan belajar siswa. Ia tidak menekankan kepada daya ingat terhadap apa yang dikatakan, melainkan menginginkan siswa menemukan ide atau gagasan baru pada akhir pembelajaran.

Guru sebagai pengembang adalah guru yang ahli dalam melaksanakan tugas dengan format yang benar dan tepat. Ia tidak membiarkan dan mengijinkan siswa bolos atau malas tanpa alasan yang sah. Ia suka mengadakan penilaian terhadap segala bidang yang dikerjakan para siswa. Ia suka mawas diri pada saat mengajar.

Guru sebagai perencana adalah guru yang ahli dalam bidangnya, yang mengatur kelas sebagai tata ruang belajar. Ia memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Ia menganggap bahwa para siswa belajar kepadanya karena ingin mempelajari sebanyak mungkin apa yang diketahui guru.

Guru sebagai pembimbing adalah guru yang saling membelajarkan antara dirinya dengan sesama dan siswanya. Ia mengajar dalam sistem sosial yang dinamis. Ia mengharapkan ada interaksi belajar antara diri dan siswanya. Ia mengajar karena mengetahui adanya perkembangan pribadi masing-masing individu, yang mengembangkan suasana saling percaya dan keterbukaan.

Guru sebagai fasilitator adalah guru yang menyadari bahwa pekerjaannya merespon tujuan para siswa sekalipun tujuan itu bervariasi. Ia kurang menyenangi apabila, ada siswa yang mendapat kesulitan belajar. Ia. banyak mendengar dan bertanya kepada siswa, ia menginginkan siswa dapat belajar dan mencapai tujuan sesuai harapannya.

      2) Sikap guru

Sikap guru dalam menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku siswa akan dapat diperbaiki.

    3) Suara guru

Suara guru, walaupun bukan faktor yang besar, turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa secara jelas dari jarak yang agak jauh akan mengakibatkan suasana gaduh. Keadaan seperti itu, juga akan membosankan sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan kedengarannya rileks akan mendorong siswa untuk memperhatikan pelajaran.

4)    Pembinaan hubungan baik

Pembinaan hubungan baik (report) antara guru dan siswa dalam masalah manajemen kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan baik guru-siswa, diharapkan siswa senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya serta terbuki terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.

       c.  Kondisi Organisasional

Kegiatan rutin yang secara organisasional dilakukan baik tingkat kelas maupun pada tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah manajemen kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah diatur secara jelas dan telah dikomunikasikan kepada semua siswa secara terbuka sehingga jelas pula bagi mereka, akan menyebabkan tertanamnya pada diri setiap siswa kebiasaan yang baik.

      Kegiatan rutinitas tersebut antara lain:

1)  Pergantian pelajaran

Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baiknya siswa tetap berada dalam satu ruangan dan guru yang datang ke ruangan tersebut. Tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu, seperti bekerja di laboratorium, olahraga, kesenian, menggambar dan sejenisnya, siswa diharuskan pindah ­ruangan. Hal rutin semacam ini hendaknya diatur secara tertib

2)      Guru berhalangan hadir

Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir oleh satu atau lain sebab, maka siswa harus sudah tahu cara mengatasinya..

3)  Masalah antar siswa

Jika terjadi masalah antar siswa yang tidak dapat diselesaikan antar mereka, ketua siswa dapat melapor kepada wali kelas untuk bersama­-sama memecahkan dan mengatasi masalah tersebut. Bila pemecahannya belum tuntas diselesaikan, ketua siswa bersama wali kelas atau juga mungkin OSIS dapat menghadap pimpinan sekolah untuk mendapatkan petunjuk kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.

4)   Upacara bendera

Jadwal dan pengaturan upacara bendera harus sudah ditentukan. Pengaturan itu meliputi giliran yang bertugas baik dari pihak guru maupun dari pihak siswa. Sehingga semua sivitas tahu persis jadwal upacara, pakaian yang harus dikenakan, atur acara upacara, pengumuman sekolah, dan siapa yang harus menjadi pembina upacara yang sekaligus mrmberi nasihat atau pengarahan pada upacara tersebut.

      5) Kegiatan lain

      Kegiatan lain yang merupakan kegiatan rutin kelas       antara

      Lain :

     a. Menanyakan kesehatan dan kehadiran siswa,

b.      Prosedur penyampaian informasi dari sekolah kepada guru dan siswa,

c.       Penyampaian  peraturan sekolah yang baru,

d.   Kegiatan yang bersifat rekreasi dan sosial seperti pesta sekolah, pekan seni dan olah raga, hari libur, kematian anggota sivitas, ikut menanggulangi bencana alam.

Kegiatan itu semua harus sudah diatur secara jelas, tidak kaku dan harus cukup fleksibel tertuang dalam jadwal kegiatan sekolah.

     d.  Kondisi Administrasi Teknik

Kondisi administrasi teknik akan turut mempengaruhi manajemem pembelajaran. Ke dalam kondisi administrasi teknik ini termasuk:

1)      Daftar presensi

Daftar presensi siswa dan guru hendaknya dikelola sedemikian rup­a sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar yang sedang berlangsung. Hendaknya diadakan pengecekan secara periodik terhadap daftar presensi ini.

2)   Ruang bimbingan siswa

Ruang khusus, hendaknya tersedia yang dapat digunakan untuk keperluan bimbingan siswa yang dilakukan oleh guru, wali kelas atau guru pembimbing di sekolah.

3)      Tempat baca

Tempat baca yang dapat dimanfaatkan oleh para siswa pada waktu istirahat atau pada waktu luang, hendaknya tersedia. Begitu juga tempat bermain dan alat bermain yang mengandung nilai edukatif akan sangat membantu mengatasi masalah manajemen kelas.

4) Tempat sampah

Tempat sampah hendaknya tersedia pada tempat khusus sehingga siswa didorong untuk membiasakan diri hidup teratur.

5)  Catatan pribadi siswa

Catatan pribadi siswa mempunyai peranan penting dalam hubungannya dengan manajemen kelas, baik dalam rangka pencegahan maupun dalam rangka mengatasi tingkah laku yang sudah terlanjur. Dengan catatan pribadi siswa, guru akan mengenal siswa secara lebih lengkap termasuk latar belakang kehidupannya. Selain itu catatan pribadi dapat berfungsi:

a.       Secara umum sebagai alat cecking terhadap efektivitas program sekolah baik bagi siswa secara individual maupun bagi siswa secara keseluruhan;

b.      Sebagai suatu sarana untuk memahami siswa dengan latar belakang kehidupannya secara lebih baik;

c.       Sebagai alat bantu bagi orang tua mengenal putra-putrinya secara lebih baik;

d.      Sebagai alat bantu bagi siswa itu sendiri dalam memahami dirinya sendiri.

Isi catatan pribadi siswa dapat meliputi kehadiran, catatan akademis seperti hasil tes bakat, kecepatan membaca, kesehatan fisik, sikap sosial, catatan anekdotal dan sebagainya. Bentuk catatan pribadi siswa hendaknya baik, menarik, bersih, dan menggunakan tinta hitam. Untuk mengisi catatan pribadi siswa guru dapat mempergunakan sumber dengan observasi langsung dari anak, bertanya kepada orang tua, teman-temannya, dan sebagainya. Selain itu di sekolah, hendaknya juga. tersedia petunjuk-petunjuk tentang penggunaan perpustakaan, WC sekolah, dan alat-alat pengaman yang tersedia.

Keterbatasan dan Masalah

1.      Banyak guru memandang bahwa manajemen kelas adalah masalah kurang penting dalam perencanaan

2.      Manajemen kelas boleh jadi merupakan kegiatan yang rutin bersifat kemanusiaan dari suatu kurikulum sehingga identitas dari pribadi peserta didik akan hilang

3.      Peraturan dan pengaturan manajemen kelas boleh jadi meluas sehingga guru menghabiskan banyak waktu hanya kepada masalah manajemen kelas dari pada mengembangkan substansi belajar

4.      Kondisi dan fasilitas di sekolah dasar (gedung, ruang, ventilasi, meja, kursi, lemari, perpustakaan) sulit diubah dan terbatas.

2.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

    a.  Faktor intern

Faktor ini meliputi faktor.jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.

1)  Faktor jasmaniah

Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatan siswa ­tersebut terganggu.

2) Faktor psikologis

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.

a) Intelegensi

Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Kendatipun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Siswa yang memiliki tingkat intelegensi normal dapat berhasil dengan baik dalam belajarnya jika kondisi yang diciptakan mendukung terjadinya pembelajaran yang efisien dan efektif.

b)      Perhatian

Untuk menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai perhatian yang penuh terhadap bahan yang dipelajarinya. Agar tumbuh perhatian sehingga siswa dapat belajar dengan baik, bahan pelajaran harus diusahakan selalu menarik perhatian.

c)      Minat

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Jika ada siswa kurang atau tidak berminat terhadap belajar perlu diusahakan cara membangkitkan minat tersebut. Minat dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain ialah dengan menvariasikan media pembelajaran, mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan mengkaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa.

d)     Bakat

Peserta didik bagaikan sebuah golok, ada bagian yang runcing dan ada bagian yang tumpul (bagian punggung golok). Siswa memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing. Jika pembelajaran yang dipelajari oleh siswa yang berbakat maka pelajaran itu akan cepat dikuasai, sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik. Dalam hal ini guru tidak bersusah payah menjelaskan berkali-kali. Lain halnya terhadap siswa yang kurang berbakat. Guru harus bersabar dan telaten melayani mereka, yaitu dengan sering dan berulang kali menjelaskan bahan tersebut. Dengan seringnya menjelaskan bahan akhirnya siswa tadi diharapkan dapat menguasai bahan yang diajarkan.

e)      Motif

Dalam proses belajar mengajar guru harus memperhatikan motif belajar siswa atau faktor-faktor yang mendorong belajar siswa. Dengan mengetahui latar belakang atau motif siswa belajar, maka guru dapat mengajak para siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar.

f)       Kematangan

Kematangan merupakan tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh anggota-anggota tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti siswa dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus. Agar kematangan yang ada pada diri siswa dapat dikembangkan perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan kematangan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik­-baiknya.

            g)   Kesiapan

Kesiapan erat kaitannya dengan kematangan. Siswa dikatakan sudah memiliki kearsipan apabila pada dirinya ada kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan oleh guru dalam proses belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh para peserta didik yang memiliki kesiapan tinggi akan terjadi proses pembelajaran yang optimal dan hasil belajarnya pun lebih baik.

3)  Faktor Kelelahan

Kelelahan baik jasmani ataupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus memberikam pengertian kepada para siswa untuk berusaha menghindari terjadinya kelelahan dalam belajarnya.

     b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan ke dalam faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

1)    Faktor keluarga.

para siswa yang sedang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:

a)      Cara orang tua mendidik,

b)      Relasi/hubungan antara anggota keluarga,

c)      Suasana rumah,

d)     Keadaan ekonomi keluarga,

e)      Sikap dan perhatian orang tua

f)       Latar belakang kebudayaan orang tua.

 2)   Faktor sekolah

Faktor sekolah mempengaruhi belajar meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

a)      Metode mengajar

b)      Kurikulum

c)      Hubungan guru dengan para siswa,

d)     Hubungan siswa dengan siswa,

e)      Disiplin sekolah

f)       Peralatan/media pelajaran,

g)      Waktu sekolah,

h)      Sarana dan prasarana sekolah,

i)        Metode belajar siswa,

j)        Tugas sekolah

3)  Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang jugs berpengaruh terhadap perkembangan pribadi siswa, yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Pengaruh tersebut terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor masyarakat ini banyak berkaitan dengan:

a)      Kegiatan siswa dalam masyarakat

b)      Mass media yang beredar/ada dalam masyarakat

c)      Pengaruh teman bergaul

d)     Pola hidup masyarakat.

3.  Mengajar yang Efektif

Mengajar adalah membimbing siswa agar mereka mengalami proses belajar. Dalam belajar para siswa menghendaki hasil belajar yang efektif: Demi tuntutan tersebut guru harus membantu dengan cara mengajar yang efektif pula.

Mengajar efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar yang efektif. Untuk dapat mengajar secara efektif guru harus mampu menciptakan iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Kondisi yang dimaksudkan hanya dapat terjadi apabila guru mengajar menggunakan prinsip-prinsip mengajar.

Mursel dalam hal ini mengemukakan enam prinsip mengajar, yang apabila keenam prinsip mengajar itu digunakan/ditempatkan dengan sebaik-baiknya maka iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi bagi terjadinya proses belajar akan dicapai. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a)  Konteks

Belajar, sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Situasi problematik yang mencakup tugas untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks yang dianggap penting dan memaksa bagi pelajar dan melibatkan siswa menjadi peserta yang aktif, justru karena tujuan itu sendiri. Hendaknya tugas itu dinyatakan dalam kerangka suatu konteks yang sifatnya konkret, dapat ditiru dan dapat dilaksanakan dengan teratur. Selain itu, tugas tersebut harus dapat memberikan dorongan seluas-luasnya untuk bereksperimentasi, bereksplorasi, dan daya penentu. Tugas tersebut dapat juga mengarah kepada penguasaan melalui pengertian dan pemahaman serta yang memungkinkan transfer dari dan ke pihak lain. Ciri-ciri konteks yang baik adalah:

1)      Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan kuat

2)      Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret

3)      Pengalaman konkret yang dinamis merupakan alat untuk menyusun pengertian, bersifat sederhana dan pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi.

 b)  Fokus

Proses pembelajaran perlu diorganisasikan dengan bahan belajar. Di samping itu pembelajaran yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan di sekitar suatu fokus. Pengajaran akan berhasil dengan menggunakan fokalisasi, sehingga mutu pembelajaran lebih meningkat.

Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih fokus yang memiliki ciri-ciri yang baik, seperti uraian berikut ini.

1)      Memobilisasi tujuan

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengajaran harus dapat ­membangkitkan keinginan untuk belajar. Kontekas bermaksud membangkitkan tujuan, sedangkan fokus merumuskan dan mengarahkan tujuan. Jadi fokus belajar mengajar yang baik harus rnampu memobilisasi keinginan belajar.

2)  Memberi bentuk dan uniformitas pada belajar

Belajar yang efektif mempunyai ciri antara lain uniformitas (keseragaman). Keseragaman artinya terdapat koordinasi intern dari relasi-relasi yang terdapat dalam unit pelajaran itu, atau terdapat strukturalisasi sehingga dapat menimbulkan fokus yang wajar.

3) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan

Fokus yang baik harus menimbulkan suatu pertanyaan yang perlu dijawab, suatu soal yang perlu dipecahkan, suatu pengertian yang harus dipahami dan digunakan. Dengan demikian, akan timbul organisasi belajar yang tepat, yang memungkinkan terjadi proses penangkapan pengertian, melihat eksplorasi dan penemuan. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha mengajak siswa belajar melalui penemuan dan pemecahan soal atau masalah.

    c. Sosialisasi

Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kerja kelompok, diskusi dan sebagainya. Mereka bertanggung jawab bersama dalam proses pemecahan masalah. Timbulnya pertanyaan, saran, dan komentar mendorong siswa untuk berpikir lebih lanjut dan berusaha memperbaiki kekurangannya. Mutu makna dan efektivitas belajar sebagian besar tergantung pada kerangka sosial tempat belajar itu sangatlah berlaku. Di sini berlaku prinsip pengajaran sosialisasi. Kondisi sosial pada suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar yang sedang berlangsung di kelas itu.

      d.   Individualisasi

Dalam mengorganisasi belajar mengajar guru memperhatikan taraf kesanggupan siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan sebaik-baiknya. Belajar dengan penuh makna harus dilaksanakan sesuai dengan bakat dan kesanggupan serta dengan tujuan siswa sendiri, dan dengan prosedur eksperimental yang berlaku. Individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Belajar memang harus merupakan persoalan individual, tetapi sejauh mana perbedaan cara belajar itu dari yang dilakukan oleh individu lain, hal ini perlu diketahui.

       e.  Urutan

Belajar sebagai gejala tersendiri dan pada mengorganisasikannya dengan tetap berdasarkan prinsip konteks, fokalisasi, sosialisasi, dan ­individualisasi. Namun demikian, guru juga harus mempertimbangkan efektivitas dari serangkaian pelajaran yang disusun secara tepat menurut waktu atau urutannya. Untuk mencari garis yang memisahkan belajar yang tersendiri dari rangkaian proses belajar adalah merupakan suatu abstraksi. Tidak mungkin unit pelajaran yang satu terpisah dengan unit-unit lain. Atau beberapa unit terpisah dari keseluruhan pelajaran itu. Bila hendak mencapai belajar yang otentik, organisasi rangkaian atau urutan dari belajar dengan penuh makna harus dengan sendirinya bermakna pula.

     f.  Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan antuk meneliti hasil dan proses belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu. Evaluasi tidak mungkin dipisahkan dari belajar maka evaluasi harus diberikan secara wajar agar tidak merugikan. Usaha belajar yang efektif dan sukses ditambah oleh evaluasi yang bermutu dan diskriminatif akan mengenai pada semua aspek belajar. Evaluasi merupakan bagian mutlak dari pengajaran sebagai unsur intergral di dalam organisasi belajar yang wajar.

Evaluasi sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil­-hasil pelajaran yang dicapai dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada siswa itu sendiri serta kepada orang tuanya. Evaluasi dapat pula digunakan untuk menilai metode mengajar yang digunakan dan untuk mendapatkan gambaran komprehensif tentang siswa sebagai perseorangan, dan dapat juga membawa siswa pada taraf belajar lebih baik.

Pembelajaran yang efektif tergantung pada prinsip-prinsip yang telah disebutkan di depan. Pembelajaran efektif tergantung pada corak kemaknaan yang penuh dari belajar itu. Prinsip-prinsip yang praktis tersebut saling berkaitan dan tidak dapat salah satunya diabaikan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai taraf maksimal mengenai kemaknaan penuh, juga untuk mencapai efektivitas maksimal, serta mendapatkan hasil terbaik dan otentik.

Pembelajaran adalah suatu proses. Karena pembelajaran adalah suatu proses maka ia akan mencakup rangkaian empat tahap yaitu orientasi, latihan, umpan balik, dan lanjutan. Orientasi adalah kegiatan memberi penjelasan tentang materi/ilmu. Latihan adalah kegiatan memberi kesempatan berlatih menerapkan materi atau bahan. Umpan balik adalah kegiatan memberi pengertian tentang hasil belajar yang telah dicapai dalam proses pembelajaran. Lanjutan adalah kegiatan memberi kesempatan untuk melanjutkan kajian bahan berikutnya atau kajian bahan sebelumnya apabila berdasar umpan balik materi sebelumnya belum dikuasai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Latihan :

 

  1. Jelaskan mengapa kondisi fisik tempat belajar berpengaruh penting terhadap hasil belajar!

 

  1. Gambarkan kemungkinan-kemungkinan pengaturan tempat duduk siswa, dan jelaskan kekuatan dan kelemahan masing-masing formasi tempat duduk!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

MANAJEMEN GURU TERHADAP PEMBELAJARAN

 

Standar kompetensi  :     Memahami pendekatan dalam manajemen kelas

Kompetensi dasar     :     Menjelaskan pendekatan dalam manajemen kelas, tujuan, hambatan dan memberikan contoh dan menyimpulkan masing-masing pendekatan

Waktu                        :     2 x 100 menit

 

Materi                         :

 

A.    Hakikat Guru

Menurut Saiful Bahri Djamarah (2002:73) secara keseluruhan guru adalah figur yang menarik perhatian semua orang, entah dalam keluarga, dalam masyarakat atau di sekolah.

Apapun istilah yang dikedepankan tentang figur guru, yang pasti semua itu merupakan penghargaan yang diberikan terhadap jasa guru yang banyak mendidik umat manusia dari dulu hingga sekarang. Masyarakat melihat figur guru sebagai manusia serba bisa tanpa cela dan nista. Mereka melihat guru sebagai figur yang kharismatik. Kemuliaan seorang guru tercermin dari kepribadian sebagai manifestasi dari sikap dan perilaku dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sedikit cela dan nista dari pribadi guru maka masyarakat mencaci makinya habis-habisan dan hilanglah wibawa guru itu.

Menurut Mulyasa (2007:35), semua orang yakin bahwa guru memiliki andil sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam pekembangannya, demikian halnya peserta didik; ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.

Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini, guru perlu memperhatikan peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Mungkin diantara kita masih ingat, ketika duduk di kelas I SD, guru-lah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu demi satu tangan peserta didik dengan benar. Guru pula yang memberikan dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggung jawab terhadp setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas seperti di TK dan SD. Guru-lah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau mengatasi perkelahian sesama siswa dan menjadi perawat, teman, dan lain-lain yang sangat menuntut kedamaian, keakraban, ketulusan, kreativitas, dan profesionalisme.

Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan bangsa, dan negara.

Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya, secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan.

B.     Guru Sebagai Sumber Belajar

Menurut Piet A. Sahertian (1992:34), yang dimaksud dengan peranan guru ialah keterlibatan aktif seseorang dalam suatu proses kerja dalam proses penampilan itu ia tampil sebagai sesuatu yang dimainkan. Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakn guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan kelas.

Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal-hal sebagai berikut:

a.       Sebaliknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa. Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, bisa-bisa terjadi siswa lebih ”pintar” dibandingkan guru dalam hal penguasaan informasi. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar guru tidak kehilangan informasi, sebaliknya guru memiliki bahan-bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan siswa. Misalnya, melacak bahan-bahan dari internet, atau dari bahan cetak terbitan terakhir, atau berbagai informasi dari media massa.

b.      Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenaan dengan materi pelajaran.

c.       Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, mana yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.

C.    Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independen), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu mengambil keputusan berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.

Sedangkan disiplin, dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin, guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

D.    Guru Sebagai Pembelajar

Menurut Martinis Yamin dan Bamsu I, Ansari (2008:99), guru merupakan salah satu komponen yang berpengaruh dan memiliki peran penting serta merupakan kunci pokok bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Sejak adanya kehidupan sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.

Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para peserta didik memiliki berbagai yang dipelajari.

Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga yang relatif murah, kecuali atas ulah guru. Di samping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film pembelajaran bahkan program internet atau electronic learning (e-learning). Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut ”mengajar”.

Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor diatas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut:

1.      Membuat ilustrasi: pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari peserta dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.

2.      Mendefinisikan: meletakkan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta didik.

3.      Menganalisis: membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian.

4.      Mensintesis: mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan antara bagian yang satu dengan yang lain nampak jelas, dan setiap masalah tetap berhubungan keseluruhan yang lebih besar.

5.      Bertanya: mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang dipelajari menjadi lebih jelas, seperti yangdilakukan Socrates.

6.      Merespon: mereaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.

7.      Mendengarkan: memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru maupun peserta didik.

8.      Menciptakan kepercayaan: peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.

9.      Memberikan pandangan yang bervariasi: melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang, dan melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.

10.  Menyediakan media untuk mengkaji materi standar: memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran, dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.

11.  Menyesuaikan metode pembelajaran: menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dipelajari.

12.  Memberikan nada perasaan: membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui antusias dan semangat.

 

Uraian diatas lebih bersifat teknis, karena dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik, guru melakukan banyak hal melalui kebiasaan, tentu saja ada keinginan untuk meningkat kemampuan dalam pelaksanaannya, sehingga hasilnya pun semakin baik yang diwujudkan dalam prestasi belajar peserta didik.

Menurut Margaret E. Bell Gredler (1991:1), belajat adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar mulai dalam masa kecil, ketika bayi memperoleh sejumlah kecil  keterampilan yang sederhana, seperti memegang botol susu dan mengenal ibu. Selama masa kanak-kanak dan masa remaja, diperoleh sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan hubungan sosial, demikian pula diperoleh kecakapan dalam berbagai mata pelajaran di sekolah.

E.     Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diharapkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus di tempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerja sama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh dalam aspek setiap perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakan.

Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun di luar kelas yang mencakup seluruh kehidupan. Analogi dari perjalanan itu sendiri merupakan pengambangan setiap aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tertentu mempunyai tujuan, kecuali orang yang berjalan secara kebetulan. Keinginan, kebutuhan, dan bahkan naluri manusia menuntut adanya suatu tujuan. Suatu rencana dibuat, perjalanan dilaksanakan dan dari waktu ke waktu terdapatlah saat berhenti untuk melihat ke belakang serta mengukur sifat, arti, dan efektifitas perjalanan sampai tempat berhentinya tadi.

F.     Guru Sebagai Pelatih

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan dan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindah sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.

Pelatihan yang dilakukan, di samping harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Benar guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi dibandingkan orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi tanggung jawabnya, ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu.

G.    Guru Sebagai Penasehat

Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskpun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha untuk mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaannya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri.

Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan, dan penasehat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.

H.    Guru Sebagai Agen Pembaharu (Innovator)

Guru menterjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berbeda jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisahan menjadi dasar adalah pemikiran-pemikiran tersebut, dan cara yang digunakan untuk mengekspresikan di bentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan. Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalami perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif.

I.       Guru Sebagai Model dan Teladan

Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan, kerendahan, kemalasan, dan rasa takut, secara terpisah ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata, ”jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

1.      Arikunto, Suharsimi.  1986. Pengelolaan Kelas dan Siswa sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta : CV. Rajawali.

 

2.      Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : PT Aneka Cipta.

 

3.      Depdikbud. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta : Dirjen Dikti.

 

4.      Dirjen PUOD & Dirjen Disdasmen. 1996. Pengelolaan Kelas. Seri Peningkatan Mutu 2. Jakarta : Depdagri & Depdikbud.

 

5.      M. Entang & T. Raka Joni. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta : PPPTK.

 

6.      __________ 1993. Effective Classroom Manajemen. Houston : University of Houston.

 

7.      Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Semarang : Dirjen Dikti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDEKATAN INSTRUKSIONAL :                  PENDEKATAN BK.MASAK :

  1. Pengajaran                                                 1. Perilaku siswa
  2. Merancang & melaks.                               2. Merancang & melaks.
  3. Manajerial kelas                                        3. Manajerial kelas
  4. Perenc.pengajaran yg bermutu                  4. Perenc. Pemecahan masalah yg     

                                                                        tepat   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar